batamtimes.co,Batam – Program pembangunan sejuta rumah dari Pemerintah Pusat bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) khusus untuk Kota Batam tidak akan mudah terwujud mengingat keterbatasan lahan yang ada.
Beberapa Asosiasi yang tergabung didalam REI dan Asosiasi Pengembang Perumahan Seluruh Indonesia (APERSI) merasa pesimis jika program pemerintah Pusat dapat dilaksanakan untuk wilayah Kepri Terutama Kota Batam Ketua REI Batam, Djaja Roeslin mengatakan pihaknya terkendala lahan untuk mengembangkan hunian murah di Batam.
Djaja juga meminta agar Pemerintah Provinsi Kepri agar membentuk pokja untuk mendukung program 1 juta rumah,Batam dan kabupaten/kota lain di Kepri.
“Pokja akan menyikapi proses dan birokrasi untuk menjalankan program itu,” kata dia.
Sementara itu Sekretaris Jendral (Sekjen) APERSI, Sahmadin Sinaga mengatakan lahan yang sulit dan harga yang mahal menyebabkan Rumah Sehat Sederhana (RSS) dapat diwujudkan” sulitnya mencari lahan dan harganya yang mahal, membuat sulit untuk direalisasikan. Bahkan, banyaknya pungutan liar dan pembayaran yang harus dilakukan pengembang, membuat mereka harus menaikkan harga rumah, sehingga tidak bisa lagi dijangkau masyarakat kecil.”
” para pengembang yang tergabung dalam organisasinya sudah ‘angkat tangan’ untuk bisa melanjutkan program Pemerintah Pusat tersebut. Mereka diminta membantu merealisasikan, namun dari pemerintah dan instansi terkait sendiri, tidak memberi dukungan sama sekali.” kata Sahmadin Senin (!5/2) di Nagoya Hill
Menurutnya, para pengusaha di Batam sangat mendukung program Pemerintah Pusat. Hanya saja, dukungan tersebut tidak diiringi dengan dukungan dari Pemerintah Kota dan Badan Pengusahaan (BP) selaku pemilik tanah, dan tidak pernah ada keterbukaan.
Lebih jauh dikatakanya,ada beberapa permasalahan yang saat ini dihadapi para pengembang, seperti masalah pengurusan legalitas tanah. Laporan pengembang yang tergabung dalam APERSI maupun REI, terlalu banyak dibebankan biaya, sehinga mendapatkan satu rumah, mahal. Saat pengurusan di BP Batam, mereka dibebankan biaya, dan di Pemko Batam juga.
“Biaya yang dikeluarkan pegembang terlalu banyak. Untuk pembayaran pajak saja, pengembang harus mengeluarkan biaya sekitar 40 persen dari harga rumah yang akan dibangun. Balum lagi pungutan ini itu dan sebagainya. Akibatnya, pengembang memberatkan pada konsumen dengan harga rumah yang mahal,” jelas Sahmadin.
Selanjutnya masalah penyelesaian izin juga lambat dan lama, sehingga membuat pengembang tidak bisa langsung mengembalikan keuangan yang sudah banyak dikeluarkan. “Ini membuat pengusaha merugi. Semakin cepat izin yang keluarkan, tentu perputaran bisnis bisa lebih cepat. Namun selama ini setiap pengurusan yang dilakukan, terkesan lambat dan lama,” lanjutnya.
Begitu juga untuk pengurusan sertifikat rumah. Selama ini pemerintah menyamakan harga pengurusan sertifikat, baik rumah kecil, menengah maupun besar, sehingga bagi pengembang kecil sulit untuk menyanggupi biayanya.
“Kalau Bank, ada memberikan bunga rendah untuk rumah kecil, sesuai dengan penghasilan pemilik rumahnya. Namun dalam pengurusan sertifikat di Pemko maupun BP Batam, disama-ratakan saja, sehingga berimbas pada harga rumah. Sekarang mana ada lagi harga rumah yang dibawah Rp200 juta untuk daerah yang dekat ke arah kota,” terangnya lagi.
Menurut Sahmadin yang juga Anggota DPRD Provinsi Kepri,jika kondisi seperti ini, maka yang akan dirugikan adalah masyarakat kecil yang tinggal di Ruli,memiliki penghasilan rendah tidak mendapat bantuan Pemerintah terutama dari BP Batam selaku pihak yang berwenang dalam tata Kelola tanah di Kota Batam
“Sementara pemerintah ingin rumah liar (ruli) berkurang, tapi mereka akan pindah kemana?” ujar Sahmadin.
Lahan Terbatas Pemerintah Anjurkan Bangun Rusun
Keterbatasan Lahan sehingga pembagunan Rumah Sangat Sederhana (RSS) tidak dapat dilakukan maka Pemerintah harus memiliki solusi dengaan cara pembangunan Rumah susun (Rusun).
“Untuk Batam memang diarahkan bangunan rumah susun (rusun) mengingat lahan yang ada sangat terbatas. Sehingga harus dimanfaatkan seefektif mungkin,” kata Penjabat Gubernur Kepri, Agung Mulyana di Batam, Rabu (30/9).
Hal tersebut diungkapkan usai rapat koordinasi antara Dirjen Pembiayaan Perumahan, Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat, Dirjen Penataan Ruang, Dirjen Pengadaan Tanah, Dirjen Penataan Agraria Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta dari perwakilan Bank BTN, Pimpinan Housing Urban Development, Pemprov Kepri, REI, BP Batam di Marketing Centre BP Batam.
“Tipe yang akan dibangun adalah 21,36. Untuk di atas itu sudah kategori rumah mewah. Bukan lagi rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” kata dia.
Rumah-rumah tersebut, kata dia, memang ditujukan kepada PNS berpenghasilan rendah, pekerja non PNS berpenghasilan rendah, dan masyarakat dengan penghasilan tidak tetap.
“Bentuknya akan kita pilih nanti. Cocoknya seperti apa. Kami harus melihat, ketersediaan lahan dan birokrasi untuk
kemudahannya,” kata dia.
Agung juga mengatakan, akan melakukan pertemuan lagi jika sudah diketahui kebutuhan dan tipe paling pas untuk masyarakat Batam dan wilayah lain di Kepri.
Kepala BP Batam, Mustofa Widjaja mengatakan untuk Batam program tersebut akan direalisasikan dalam bentuk bangunan vertikal.
“Bangunan vertikal seperti rusun yang pas. Mengingat lahan yang terbatas,” kata dia.(bud/res)