batamtimes.co,Jakarta-Masih tingginya harga gas di dalam negeri di banding di singapura yang lebih murah telah menyebabkan tata niaga perdagangan gas di Indonesia terlalu kompleks.
Harga gas di dalam negeri kelewat mahal. Ini dikeluhkan sejumlah pengusaha Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dalam pertemuan dengan Menteri Perindustrian Airlangga Hartato, Senin (29/8/ 2016).
Anehnya, Singapura, yang tak punya sumber gas bumi, harga gasnya justru bisa lebih murah ketimbang Indonesia. Padahal sebagian pasokan gas untuk Singapura diimpor dari Indonesia.
Sebagai informasi, harga gas industri di Indonesia menyentuh angka US$ 8-10 per Million Metric British Thermal Unit (MMbtu). Lebih mahal dibandingkan dengan harga gas industri di Singapura sekitar US$ 4-5 per MMbtu, Malaysia US$ 4,47 per MMbtu, Filipina US$ 5,43 per MMbtu, dan Vietnam sekitar US$ 7,5 per MMbtu.
Menteri Koordinator Kemaritiman sekaligus Plt Menteri ESDM, Luhut Panjaitan, menilai ada yang salah dengan tata niaga gas di Indonesia. Harusnya harga gas di Indonesia bisa lebih murah dari negara-negara yang tak punya sumber gas.
“Sekarang begini, gas di Singapura, Korea, Jepang, termasuk di China, itu rata-rata US$ 4/MMbtu. Padahal gas di China itu impor dari Tangguh, Papua. Lho kok bisa segitu sementara di kita mahal? Di Singapura juga, kok kita yang menghasilkan bisa lebih mahal? Pasti ada yang salah,” kata Luhut usai rapat di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
Namun, Luhut belum tahu apa yang salah sehingga harga gas untuk industri di Indonesia menjadi mahal sekali. Pihaknya masih mempelajari permasalahan gas di Indonesia dari hulu sampai hilir.
“Itu yang lagi dicari tadi,” ujarnya.
Masalah harga gas untuk industri sedang mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Menteri Perindustrian Airlangga Hartato mengatakan, harga gas untuk industri di dalam negeri idealnya di bawah US$ 5/MMbtu. Sekarang harganya rata-rata dua kali lipat dari angka ideal.
“Kemarin dalam rapat sudah kita sampaikan, ada wacana agar harga gas ini bisa di bawah US$ 5/MMbtu. Kita masih bahas,” tukasnya.
Pihaknya ingin harga gas bisa segera turun untuk meningkatkan minat investasi dan daya saing perindustrian di dalam negeri. Akibat tingginya harga gas, biaya bahan bakar di pabrik-pabrik jadi tidak efisien, tarif listrik juga ikut mahal. Ini melemahkan daya saing dan menghambat arus investasi ke Indonesia.
Perihal mahalnya harga elpiji di dalam negri juga dikatakan Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat di Jakarta.
“Gas berasal dari Indonesia dijual ke Singapura dengan harga berkisar US$ 4 per Million Metric British Thermal Unit (MMBTU), begitu harga gas dijual sendiri di Indonesia maka harga gas sudah US$ 12, artinya di situ terjadi percaloan yang luar biasa,” ujarnya.
Oleh karena itu, API meminta kepada pemerintah terkait untuk segera memperbaiki tata niaga gas. Sebab, kondisi industri dalam negeri belum terlalu baik dan membutuhkan harga gas yang lebih murah.
“Ini yang harus kita benahi, kan gas itu bisa langsung berikan implikasi bagaimana bisa bermanfaat bagi masyarakat yang sebesar-besarnya. Kita harapkan harga gas paling tidak tidak terlalu tinggi perbedaanya antara yang dijual ke Singapura, Korea dan Vietnam, dibandingkan di dalam negeri,” tuturnya.
Untuk itu, dirinya berharap, harga gas dalam negeri bisa stabil di angka US$ 7. “Kalau gasnya mahal barang kita juga sulit bersaing secara global. Gas ini merupakan energi primer dan energi sekundernya adalah listrik,” tukasnya.(detik)