Ada Mafia Besar di Balik Kasus Beras Oplosan

0
517

batamtimes.co Jakarta – Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri telah menangkap dan menetapkan para tersangka pengoplosan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di Jakarta. Namun, tak sampai di situ itu, polisi menduga ada jaringan mafia besar di balik kasus yang melibatkan Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik (Bulog) ini.

Sejauh ini, sudah ada enam tersangka ditetapkan, termasuk Kepala Bulog Divisi Regional Jakarta-Banten Agus Dwi Indirato. Empat tersangka yang ditangkap di hari yang sama dengan Agus, disebut penyidik berasal dari perusahaan penyalur dan jaringan mafia beras.

Direktur tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Agung Setya, sebagaimana dilansir dari CNN, Kamis malam (13/10), mengatakan jaringan mafia beras ini tidak hanya beroperasi di Jakarta.

Selain gudang yang digerebek di kawasan Cipinang, Rabu (8/10), ada juga tempat pengoplosan yang ditemukan di Cirebon, Jawa Barat dan Tegal, Jawa Tengah. Penemuan gudang-gudang beras lain di luar Jakarta membuat dugaan adanya struktur besar di balik kasus ini semakin kuat.

PT DSU, perusahaan yang menyalurkan CBP untuk dioplos dengan beras lokal premium bermerk Palem Mas, disebut Agung mendapatkan 3.700 ton beras secara keseluruhan. Sementara, saat menggerebek gudang di Cipinang, penyidik baru menemukan 400 ton dari total tersebut. Sisanya sedang ditelusuri. Yang jelas, ada “kolaborasi kriminal” yang dilakukan para mafia untuk mencari keuntungan besar, kata Agung.

“Kalau beras ini hanya di gudang saja kan tidak jadi duit, mafia ini (beraksi) bagaimana caranya beras yang hanya diam di gudang bisa jadi duit. Mereka melakukan kolaborasi kriminal untuk dapat duit,” kata Agung.

Bagaimana modus operandi para mafia, Agung tidak merinci. Dia hanya mengatakan ada sistem terstruktur di mana setiap orang diberi peran dan tugas masing-masing untuk meraup keuntungan.

“Kalau tikus kan mengeluarkan beras bisa dengan buat lobang di dinding atau di pintu. Mafia ini caranya tidak sederhana,” ujarnya.

Ribuan ton beras diperoleh PT DSU secara ilegal. Distributor CBP mestinya ditunjuk oleh pemerintah, dalam hal ini gubernur. Sementara perusahaan tersebut entah bagaimana caranya bisa mendapatkan ribuan ton beras yang kini dipermasalahkan.

Karena itu, diduga kuat ada keterlibatan Bulog sehingga Agus ditetapkan tersangka dan disangka melakukan tindak pidana korupsi plus pencucian uang.

Ketika ditanya apakah ada pihak lain dari Bulog yang berpotensi jadi tersangka, Agung belum bisa memastikan. Sementara penyidik masih berfokus mendalami keterangan enam tersangka yang sudah ditetapkan, yakni Agus dan lima orang lain yang berinisial A, TID, SAA, CS, dan J.

Tersangka A adalah orang yang pertama ditangkap penyidik. Dia diduga bertanggungjawab atas para pekerja yang tertangkap basah sedang mengoplos beras dengan perbandingan 2/3 beras lokal, dan 1/3 impor di Cipinang. Sementara empat tersangka lain dari jaringan mafia beras dan perusahaan penyalur beras ditangkap Kamis (13/10) di lokasi yang berbeda-beda.

Agung mengatakan penyidik belum mengetahui berapa keuntungan total yang diraup para tersangka. Namun, dengan selisih harga yang ada sekarang, yakni Rp11.000 untuk beras Palem Mas dan Rp7.500 untuk CBP, mereka bisa mendapatkan Rp3,500 per kilogramnya.

“Mesti diaudit dulu berapa keuntungannya. Kami harus detail karena harga berasnya berfluktuasi, bisa naik dan turun dari waktu ke waktu,” kata Agung.

CBP adalah beras cadangan yang disiapkan pemerintah untuk disalurkan ketika ada keadaan darurat seperti bencana alam atau operasi pasar untuk mengendalikan harga pangan. Atas perbuatan para tersangka, negara kehilangan ribuan ton stok darurat itu.

“Yang terjadi sekarang, yang mestinya beras keluar saat hujan, longsor, malah dijual dengan harga premium. Silakan anda nilai sendiri orang macam apa para pelaku ini,” ujar Agung. (Hel/cnn)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here