batamtimes.co , Batam – Buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam telah bergerak menuju Batam Centre dari titik kumpul di sekitaran komplek industri Batamindo dan Panbil di Mukakuning Jumat (2/12/2016).
Mereka bergerak sekitar pukul 09.15 dengan didahului mobil komando yang dilengkapi pengeras suara.
Dari pantauanĀ para buruh ini cukup panjang Sebagian besar mereka menggunakan sepeda motor dan sebagaian lainya menaiki kendaraan menggunakan mobil transportasi yang telah disiapkan, seperti minibus dan bus.
Selanjutnya ratusan buruh tersebut melakukan demo di Gedung Graha Kepri, Batam CenterDemo yang dimulai sekira pukul 09.30 WIB itu menuntut agar Pemerintah Pusat mencabut PP nomor 78 tahun 2015, tentang pengupahan. Menurut buruh, PP tersebut merupakan pesanan pengusaha untuk menjadikan upah murah.
Selain mendesak pencabutan PP 78/2015, buruh juga menuntut agar Gubernur Kepri, Nurdin Basirun mengesahkan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2017 satu kesatuan dengan Upah Minimum Sektoral (UMS). Hal ini, kata pendemo sudah disepakatan dalam rapat Dewan Pengupahan Kota (DPK) pada 11 November 2016, lalu.
“Kami mengawal kesepakatan DPK soal upah, tak ada hubungannya politik,” kata Regar, salah satu anggota DPK Batam dalam orasinya.
UMK Batam 2017, kata dia, harus sesuai dengan apa yang telah disepakati DPK Batam. Terlebih, kata dia, upah sektoral yang berkeadilan bagi buruh.
Sebelumnya, Konsulat Cabang (KC) FSPMI Batam, Suprapto, menyampaikan selain menuntut pencabutan PP 78/2015, mereka juga menuntut agar Gubernur Kepri, Nurdin Basirun mengakomodir upah minimum kota (UMK) Batam 2017 yang diusulan buruh. Sebab, angka UMK yang diusulkan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi belum sesuai dengan apa yang diharapkan pekerja di Batam.
“Perkiraan, kami akan turunkan massa sekitar 5.000 orang. Tempatnya di Gedung Graha Kepri dan kemungkinan bergeser ke Kantor Wali Kota Batam,” kata Suprapto, Kamis (1/12/2016) pagi.
Selain upah, FSPMI Batam juga akan menyuarakan agar pemerintah berlaku adil terhadap semua warga negara, khususnya perlakuan hukum. Selama ini, kata dia, hukum di Indonesia ini masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
“Kami juga menuntut kesetaraan hukum terhadap semua warga negara. Jangan masyarakat kecil saja yang selalu ditindas,” ujar dia.
Pewarta : Angga
Ā