batamtimes.co , Batam – Pemerintah Pusat hendaknya memantau kembali kebijakan kepemilikan Pulau yang ada di seluruh Indoneia.Dan untuk di Batam kepemilikan Pulau sudah banyak dimiliki pribadi atau dimiliki Perusahaan.
Persoalan kepemilikan Pulau ternyata menjadi perhatian khusus Mentri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti.
Menurut Susi,Pemerintah segera melakukan penataan pulau-pulau di Indonesia termasuk dari aspek kepemilikan dan kegunaanya
“Upaya penataan pulau-pulau di Indonesia ini karena pemerintah perlu tahu jumlah aset negara ini (pulau) berapa sekarang. Itu program kami ke depan,” katanya di Semarang, Sabtu (3/12).
Susi mendapatkan gelar doktor kehormatan atau honoris causa dari Universitas Diponegoro Semarang yang penganugerahannya berlangsung dalam upacara akademik di kampus itu.
Menurut perempuan kelahiran Pangandaran, 15 Januari 1965 itu, selama ini belum ada penghitungan atau inventarisasi potensi pulau-pulau Indonesia. “Sekarang ini kan tidak pernah ada penghitungan, luasnya berapa per pulau, potensinya apa yang dimiliki pulau-pulau itu,” kata mantan Direktur Utama Maskapai Susi Air tersebut.
Susi mengatakan, penertiban kepemilikan pulau sejalan dengan program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Itu (pulau) nanti akan ditertibkan, kepemilikannya dari mana, betul apa tidak kepemilikannya? Setiap pulau kan tidak boleh 100 persen dimiliki tanahnya oleh masyarakat,” katanya.
Masyarakat, termasuk pribadi, diperbolehkan memiliki tanah di sebuah pulau, tetapi 30 persen dari luas pulau tersebut harus tetap berada dalam kepemilikan negara.
“Setiap pulau tidak boleh dimiliki 100 persen tanahnya oleh masyarakat. Tetap harus ada 30 persen milik negara, dan lain sebagainya. Nanti akan segera kami launching,” pungkas Susi.
Lebih lanjut susi juga menambahkan terkait dengan potensi yang dimiliki Pulau,dan bagaimana soal pengunaanya juga akan segera menjadi perhatian bersama dengan Mentri lainya.
Penertiban kepemilikan Pulau sebenarnya sudah jauh-jauh hari harus dilakukan,karena mengingat Indonesia adalah negri Kepulauan,begitu juga dengan Kota batam yang diperkirakan memiliki ratusan Pulau.
Dikatakan Ketua LSM Gebuki Thomas AE,sudah saatnya pemerintah ambil alih soal kepemilikan pulau tersebut, begitu juga terhadap pengelolaannya.
“banyak sekali pulau yang ada di Batam yang dibangun dan mengakibatkan perusakan lingkungan,”ujarnya Minggu (4/12/2016)
Lebih jauh,dikatakan Thomas, kepemilikan pulau yang dimiliki orang-perorang diperkirakan sangat banyak di Kota Batam.
Sehingga Pemerintah perlu melakukan pendataan secara menyeluruh ,” Kepemilikan Pulau untuk orang-perorang batasan seperti apa, dan jika disewakan ke orang asing bagaimana hak yang diterima Negara untuk hak pengelolanya,” kata Thomas
Selain itu katanya,untuk yang disewakan ke orang asing ,bagaimana aturanya.
“LSM Gebuki sudah mendata pulau-pulau yang disewakan kepada orang asing sudah banyak sekali, mulai dari Belakang padang hingga ke Tanjung uncang,” katanya
Menurut Thomas, selama ini Pemerintah juga seperti tidak memiliki penekanan terhadap ijin pengelolaan Pulau terhadap orang asing.
Dikarenakan,banyak sekali Pulau-pulau yang disewa orang asing,kemudian dikelola dan dijadikan Kawasan wisata tersendiri (private Island).
“ Private Island ini adalah Pulau yang dikelola secara khusus, dijadikan kawasan terpadu memiliki sarana seperti Hotel,tempat permainan dsb.Hanya saja tidak bisa dikunjunggi orang local ,” tuturnya
Untuk persoalan Pulau,LSM Gebuki memiliki banyak data ,”kami siap memberi masukan terhadap kepemilikan Pulau,begitu juga akibat pengelolahan pulau yang mengakibatkan pengrusakan bakau akibat reklamasi Pulau itu sendiri,”tutup Thomas
Mentri Diminta Lihat Soal Kelola Pulau Bokor dan Pulau Cicir Tanpa Ijin Bapedal
Pengelolaan pulau yang mengakibatkan pengrusakan lingkungan sering sekali terjadi di Batam.Pengusaha mengelola Pulau tanpa mendapatkan Ijin dari Dinas Bapedalda,atau melakukan reklamasi tanpa memikirkan kekayaan alam yang ada disekitar Pulau tersebut.
Salah satu LSM di kota Batam National Coruption Watch pernah mendata sekitar 14 titik aktivitas reklamasi pantai terjadi disekitar Batam. Diantaranya , reklamasi Pulau Manis , Pulau Bokor , Tiban , Patam Lestari , Barelang , Tanjung uncang dan wilayah lainya.
Menurut Mulkan ,aktivitas reklamasi Pulau disejumlah tempat disekitar Batam telah berlangsung bertahun-tahun lamanya, bahkan ada isu yang mengarah kepada gratifikasi.
Dikatakanya,Pengrusakan pulau pasti berkaitan dengan lingkungan , seperti rusaknya hutan mangrove akibat reklamasi pulau tentu saja Bapedal tidak bisa lepas dari tanggungjawab.
“salah satu Pulau yang sekarang ini sedang dalam masalah Pulau Bokor,Pengusaha sudah menjadi tersangka untuk kasus pengrusakan lingkungan Pulau itu,”katanya
Dari catatan www.batamtimes.co kasus Pulau di Batam yang masih menyita perhatian Publik yaitu kasus Pulau Bokor.Selain itu ada Kasus Pulau Cicir yang masih terus dikembangkan beritanya.
Kasus reklamasi Pulau Bokor, Tiban, Batam, kembali mencuat setelah berkas tersangka Abob (Direktur PT Power Land) dan A Fuan (Komisaris PT Power Land) bekasnya sudah dinyatakan penyidik Polda Kepri lengkap (P21).
Ini sebenarnya kasus lama. Bahkan Abob telah ditetapkan sebagai tersangka sejak setahun silam (2015), namun berkasnya tak pernah sampai ke Kejati Kepri. Baru, Kamis (14/4/2016) Kapolda Kepri Brigjen Sam Budigusdian menyatakan berkas Abob Cs sudah P21.
Abob mereklamasi Pulau Bokor sebenarnya cukup bagus. Upaya untuk mendapatkan semua perizinan yang diperlukan juga sudah dilakukan. Namun Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang pernah melakukan inspeksi mendadak (Sidak) pada 23 September 2014 menilai aktivitas reklamasi itu merusak lingkungan (hutan mangrove).
Sesuai surat dari PT Berantai Bay Storage yang ditandatangani oleh Achmad Machbub alias Abob selaku Direktur, tujuan reklamasi Pulau Bokor untuk dibangun kawasan wisata terpadu. Nantinya di tempat itu, akan dibangun hotel, golf, cottage, dan villa, parkir kapal yacht (pesiar), dan wisata mangrove.
Perizinan reklamasi Pulau Bokor bermula dari surat Abob selaku Direktur PT Berantai Bay Storages yang beralamat di Komplek Trikarsa Blok A No.32 Seipanas Batam dengan nomor 37/BTB/04/2010 yang ditujukan ke Sekretariat Daerah Kota Batam pada 30 April 2010.
Surat itu berbalas pada 24 Mei 2010 dengan diteken oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Batam, Agussahiman dan ditembuskan ke Wali Kota Batam Ahmad Dahlan beserta Kepala Badan dan Dinas terkait.
PT Berantai Bay Storages juga diminta melengkapi persyaratan lain, di antaranya melakukan pengurusan dokumen Amdal, membuat rencana perkembangan secara detail ke Pemko Batam, mengurus rekomendasi tentang alur pelayaran ke Dinas Perhubungan Kota Batam, mengurus rekomendasi mengenai hutan bakau (mangrove) ke Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Kehutanan (KP2K) Kota Batam, membuat akta jual beli dan ganti rugi.
Persyaratan itu kemudian dilengkapi oleh PT Berantai Bay Storages dengan mengirimkan surat ke Dinas KP2K Kota Batam pada 17 Juni 2010. Surat itu cepat direspon, karena pada 28 Juni 2010 terbitlah surat balasan yang berisi rekomendasi pengembangan pantai pada hutan mangrove yang dikeluarkan oleh Dinas KP2K Kota Batam, yang ditandatangani oleh Suhartini, Kepala Dinas KP2K.
Abob juga melengkapi persyaratan untuk mencantumkan akta jual beli Pulau Bokor. Pulau seluas 99.580 meter persegi itu dibeli Abob dari Nyonya Raja Zubaedah seharga Rp 8.187.700.000 (delapan miliar seratus delapan puluh tujuh tujuh ratus ribu rupiah).
Masih dalam dokumen yang sama, Abob juga melengkapi Ka-Andal itu dengan salinan buku tanah yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Batam. Bahkan, Dinas Perhubungan juga mengeluarkan surat rekomendasi bahwa kawasan perairan yang akan digarap oleh PT Berantai Bay Storages bukan merupakan alur pelayaran.
Kantor Pelabuhan Batam juga meneken rekomendasi yang menyebut jika lokasi rencana alur PT Berantai Bay Storages tidak mengganggu alur pelayanan maupun areal labuh pengembangan terminal Batuampar.
Kasus Reklamasi Pulau Cicir , Pengusaha telah membeli Pulau Cicir, lokasinya berada di seputaran perairan laut tanjung Uncang Kota Batam, Tempatnya berseberangan dengan PT Pandan Bahari Shipyard tanjung Uncang.
Pengusaha berencana akan membangun pulau itu menjadi kawasan Shipyard, Kegiatan yang dilakukan oleh PT Cemara Intan Shipyad itu di diduga tidak mengantongi Izin lingkungan hidup dari Bapedalda Kota Batam seperti yang dimaksut dalam UU Nomor 32 tahun 2009 pasal 111.
PT Cemara Intan Shipyard melakukan penimbunan Lumpur Laut diatas pulau Cicir, sehinga hutan mangrove seluas Lima (+5) Ha musnah.
Pengusaha berencana akan membangun pulau itu menjadi kawasan Shipyard
Kepala Bapedal kota Batam, Ir.Dendi N Purnomo mengatakan, PT Cemara Intan Shipyard melakukan Drejing Lumpur Laut diatas pulau Cicir tidak mengantongi perizinan Lingkungan hidup baik Amdal atau UKL-UPL.
Menurut aturan, sebenarnya setiap usaha dan kegiatan wajib memiliki Izin Lingkungan. Namun PT Cemara Intan Shipyard hanya sebatas Rekom yang masuk ke Bapedalda Kota Batam (No,Rec:65/Bapedal/Recom UKL_UPL/VII/2013) tanggal 08/7/2013.
“ berkas yang masuk masih akan dipelajari. Jadi kegiatan diatas pulau Cicir akan kita hentikan.” Ujar Dendi.
Walau belum mengantongi ijin lingkungan (UKL-UPL) Kanpel Kota Batam telah mengeluarkan Izin Drajing lumpur laut terhadap PT.Cemara Intan Shipyard.
Tindakan tersebut jelas melanggar peraturan lingkungan hidup nomor 32 tahun 2009 pasal 111 sebagai dimaksid pasal 37 ayat satu (1) dipidana penjara paling lama tiga Tahun (3) dan denda Rp.3.000.000.00 Miliar Rupiah.
Sedangkan uu nomor 32 tahun 2009, pejabat pemberi izin Usaha/atau Kegiatan yang menerbitkan izin Usaha atau Kegiatan tanpa dilengkapi dengan Izin lingkungan hidup dengan ancaman pidana penjara tiga tahun dan atau denda tiga miliar rupiah. Pejabat yang telah memberi ijin operasi tanpa prosedur merupakan penyalagunaan wewenang. (redaksi/bd/berbagai sumber)