batamtimes.co , Jakarta – Pengungkapan rencana pengeboman serta penangkapan para terduga pelaku di Bekasi dan Jawa Tengah, Sabtu lalu merupakan prestasi luar biasa Polri, khususnya Densus 88, kata Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin. Rencana serangan ke Istana Presiden, Jakarta, digagalkan ketika pada saat hampir bersamaan serangan teroris menewaskan 24 orang di Mesir, 44 orang di Turki, 48 orang di Yaman, dan 20 orang di Somalia.
Sayangnya, menurut Tubagus, keberhasilan Polri itu oleh sekelompok masyarakat dianggap bukan sebuah prestasi, melainkan sebagai rekayasa untuk mengalihkan perhatian publik dari sidang kasus gubernur DKI non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Tubagus menyatakan ancaman teroris benar adanya, bukan rekayasa. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, purnawirawan TNI bintang dua ini menjelaskan bahwa tren terdesaknya pasukan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sudah terjadi sejak dua bulan lalu.
Terdesaknya posisi ISIS di Aleppo oleh Pasukan Gabungan, membuat pemimpinnya berkomunikasi dengan simpatisannya di beberapa negara, termasuk Indonesia.
“Pemimpinnya berkomunikasi dengan jaringannya untuk melakukan aksi di beberapa negara, termasuk Indonesia. Waktunya bersamaan di beberapa negara seperti Turki, Nigeria, Mesir. Artinya mereka melakukan secara sistematis,” kata Tubagus.
Selain itu, lanjut Tubagus, tren perkembangan terorisme di Indonesia, setelah ISIS hampir hancur, adalah melakukan reorganisasi dengan tak terlalu mementingkan kelompok. Semuanya berkiblat ke ISIS dan melakukan perlawanan.
Mereka berniat memperkuat diri, dengan konsep memusatkan perlawanan di beberapa wilayah. Di Asean, wilayah itu adalah Perbatasan Malaysia dan Thailand Selatan (Patani), Mindanao Selatan di Filipina, dan wilayah Sulawesi di Indonesia.
“Itu sudah bisa dibaca. Makanya, misalnya, kemarin di wilayah Poso dihancurkan,” kata Tubagus.
Bila berkaca dari grand design perlawanan terorisme di tataran global, maka Tubagus menegaskan bahwa apa yang dilakukan aparat pemerintahan dengan menggagalkan rencana serangan akhir pekan kemarin, bukanlah rekayasa. Apalagi kalau dianggap pengalihan isu semata.
“Saya mendorong aparat harus semakin kuat dan berkoordinasi. Kita harusnya bersyukur, hanya Indonesia yang bisa menggagalkan rencana teror itu. Saya apresiasi sejak awal, baik operasi intelijen, operasi kepolisian dan aparat lain terkait,” ulasnya.
Ke depan, Hasanuddin justru mendorong aparat negara lebih waspada lagi. Sebab ada informasi bahwa 732 orang pasukan ISIS sudah menyerah ke Rusia. Belum jelas alasan kenapa yang menyerah itu datangnya ke Rusia. Belum jelas juga, apakah 700-an lebih orang Indonesia yang ikut berperang untuk ISIS, masuk ke rombongan yang menyerah itu.
“Banyak pertanyaan muncul. Kalau tak menyerah, mereka kemana? Ini perlu deteksi awal di keimigrasian kita. Perlu juga berkoordinasi dengan negara tetangga, untuk mencegah kemungkinan mereka masuk lewat udara dari negara lain, dan masuk Indonesia lewat darat. Kemungkinan itu ada, sebab mereka masih memegang paspor Indonesia,” jelas Tubagus.
“Intinya, kita harus mengantisipasi jangan sampai mereka masuk ke negara kita.” (red/b.satu)