batamtimes.co , Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeberkan faktor-faktor yang menyebabkan harga listrik di Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan di negara-negara lain.
“Kenapa harga kita mahal, karena terlalu banyak beban-beban biaya yang sebenarnya tidak perlu,” kata Presiden di Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara, Selasa, dalam acara peresmian Proyek PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 serta PLTP Ulubelu Lampung Unit 3.
Faktor lain yang membuat harga listrik mahal, menurut Presiden, adalah banyaknya perantara atau makelar dalam suatu proyek listrik.
“Terlalu banyak orang di tengah, terlalu banyak yang brokeri, terlalu banyak yang makelari,” ungkapnya.
“Masa antar-BUMN ada yang di tengah, masa dari swasta ke PLN ada yang di tengah. Untuk apa? Sudah sekarang kita blak-blakan saja, negara kita perlu efisiensi di semua lini kalau tidak, kita akan digilas oleh kompetisi, oleh persaingan antar-negara,” katanya.
Presiden juga kembali menyatakan prihatin karena masih banyak kabupaten/kota di Indonesia yang listriknya masing sering byar-pet (nyala-mati).
Padahal ketersediaan listrik untuk pemenuhan kebutuhan warga dan industri sangat mempengaruhi daya saing.
Presiden mengatakan bahwa harga listrik di banyak negara lain lebih murah.
“Saya berikan contoh, misalnya, PLTA di Serawak harganya hanya dua sen, cek nanti benar enggak, di kita tujuh sen. Tenaga surya di Uni Emirat Arab di sana harganya 2,9 sen di kita 14 sen. Padahal, air kita melimpah, sungai kita melimpah,” ujarnya.
Ia mencontohkan jika sungai-sungai besar seperti Mahakam, Musi, atau Bengawan Solo dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air dan harganya bisa berkisar dua sen maka daya saing Indonesia akan melonjak.
Presiden mengatakan harga listrik di negara lain lebih murah karena mereka lebih efisien dalam produksi dan pengelolaannya.
“Kenapa mereka bisa, kita enggak bisa. Pasti ada sesuatu,” katanya.
Ia menjelaskan pula bahwa Indonesia memiliki banyak sumber energi listrik, mencontohkan bahwa potensi panas bumi Indonesia baru dimanfaatkan lima persen atau sekitar 29.000 MW.
“Inilah saya kira peluang-peluang yang bisa kita kerjakan, baik peluang investasi, baik dikerjakan oleh BUMN yang paling penting harganya bisa bersaing, goal-nya ke sana semuanya,” katanya.(red/Antara)