batamtimes.co , Jakarta — Bareskrim Polri masih melakukan penyidikan meroketnya harga cabai beberapa bulan terakhir yang ternyata bukan disebabkan oleh minimnya pasokan cabai di beberapa pasar induk melainkan adanya praktik kecurangan yang dilakukan para pengepul cabai.
”Ini sudah ada tiga tersangka. Dia nanti akan datang lagi hari Kamis yang akan datang. Satu orang ini juga terkait dengan kapasitasnya melakukan kesepakatan harga,” kata Kabag Penum Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri Selasa (29/3).
Martinus kembali menjelaskan modus kasus ini di mana ternyata yang terjadi bukan karena adanya penimbunan cabai tetapi adanya pengalihan penyaluran atau distribusi dari petani cabai kepada pengepul, pengepul kepada supplier atau bandar, kemudian bandar kepada perusahaan. Ada juga yang dari bandar ke masyarakat melalui pasar.
”Artinya ada distribusi yang berpindah tidak langsung (pengepul) menuju pasar tapi ada juga ke perusahaan-perusahaan. Sebagaimana dipahami perusahaan juga membutuhkan cabai untuk membuat produknya seperti misalnya membuat saus. Cabai kering yang diproduksi juga dibutuhkan perusahaan,” lanjutnya.
Makanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka ini adalah mereka yang melakukan pengepulan dan kemudian melakukan kesepakatan untuk menetapkan harga sehingga harga di pasaran, cabai bisa sampai Rp 180.000/kg. Padahal dari petani hanya Rp70.000-Rp80.000/kg sampai ke pengepul.
”Pengepul ke supplier atau bandar bisa Rp 90.000-Rp100.000/kg. Sementar supplier sendiri ke pedagang (pasar) itu bisa Rp 140.000/kg dan akhirnya sampai ke masyarakat bisa di atas Rp 140.000/kg. Ini yang tidak boleh karena ada pengaturan harga di level supplier,” sambungnya.
Hal ini menurut Martinus melanggar UU Nomor 5/1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Di mana di dalam Pasal 5 disebutkan bahwa “pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dalam rangka menetapkan harga barang dan jasa yang harus dibayar konsumen.”
”Inilah yang kemudian yang harus dibuktikan oleh penyelidik bahwa ada perjanjian-perjanjian yang dilakukan untuk menetapkan harga cabai itu. Pelaku juga dikenakan UU 7/2014 tentang Perdagangan di mana di dalam UU tersebut diatur bahwa tidak boleh melakukan manipulasi terhadap data-data,” imbuhnya.
Jadi ada data yang dimanipulasi. Yang memiliki data adalah para pengepul supplier dan pedagang. Mereka umumnya berasal dari Jawa karena wilayah ini—kecuali DKI—menjadi produsen cabai rawit merah. Cabai dari wilayah inilah yang kemudian di salahgunakan distribusinya itu.
”Jadi ingin meraup keuntungan yang besar melalui perjanjian untuk menetapkan harga. Jadi kita di situ lihat (pidana)nya. Kalau kartel sendiri tidak ada. Yang terjadi antara pengepul dengan suplier dan perusahaan melakukan kesepakatan,” lanjutnya.
Menurut Martinus sebenarnya ada sembilan orang yang diketahui sebagiai pengepul namun baru tujuh —termasuk di dalamnya tiga orang tersangka itu yang akan kita periksa.
Bagaimana dengan perusahannya? Martinus menjawab, ”Memang ada pertanyaan kenapa hanya pengepulnya kenapa tidak perusahaannya. Kita akan dalami ini karena pengepulnya yang menetapkan yang melakukan kesepakatan untuk melakukan penetapan harga”.
(red/b.Satu)