batamtimes.co , Jakarta – Mantan Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Partai Demokrat I Putu Sudiartana dipidana enam tahun penjara setelah dinyatakan terbukti korupsi oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/3).
Selain pidana badan, majelis juga menjatuhkan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan serta menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Putu Sudiartana dengan pidana penjara selama enam tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Hariono membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/3) malam.
Putu Sudiartana merupakan bendahara Partai Demokrat kedua yang dipidana korupsi setelah M Nazaruddin yang dijerat dengan korupsi dan pencucian uang. Perkara Putu Sudiartana merupakan hasil operasi tangkap tangan KPK.‎
Majelis hakim menyatakan, terdakwa selaku anggota Komisi III DPR terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan jaksa KPK.
Majelis hakim mengabulkan tuntutan jaksa terkait pencabutan hak politik terhadap terdakwa karena perbuatan Putu Sudiartana telah merusak tatanan demokrasi hingga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga politik.
Hal-hal yang memberatkan terdakwa, menurut majelis adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN. Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan, mengakui perbuatan, memiliki tanggungan keluarga serta belum pernah dihukum.
Usai mendengarkan vonis tersebut, Putu Sudiartana beserta tim penasehat hukumnya menyatakan menerima vonis tersebut sedangkan Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir untuk menentukan sikap apakah menerima atau menolak putusan.
Vonis yang dijatuhkan majelis lebih rendah dari tuntutan tujuh tahun pidana, denda Rp 200 juta serta membayar uang pengganti Rp 300 juta dan pencabutan hak politik selama lima tahun, setelah dinyatakan terbukti menerima suap Rp 500 juta terkait kepengurusan dana alokasi khusus (DAK) Sumbar serta menerima gratifikasi mencapai Rp 2,7 miliar.