batamtimes.co, Batam- Pro kontra Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Administrasi Lahan terus berlanjut.
Munculnya keresahan membuat DPRD Kota Batam menggelar rapat dengar pendapat. Rabu (11/10/2017) siang.
Pimpinan DPRD Kota Batam pun mengundang sejumlah asosiasi dalam rapat dengar pendapat (RDP) untuk mengetahui secara jelas, bagaimana dampak dari terbitnya Perka BP Batam itu.
Selanjutnya, hasil RDP akan disusun sebagai pokok pikiran untuk dilaporkan ke Menteri Keuangan.
Dikatakan Ketua DPRD Kota Batam Nuryanto, kebijakan BP Batam itu berpengaruh pada situasi di Batam saat ini.
Apalagi Perka itu dikeluarkan secara sepihak dan tidak melibatkan pihak lain yang terdampak dari keluarnya peraturan itu.
Secara teknis, ada kendala dalam pelaksanaannya, dan itu mengganggu pelayanan lainnya.
“Kita harus berani. Karena kebijakan BP Batam ini berpengaruh pada situasi saat ini,” kata Nuryanto.
Hadir dalam RDP tersebut sejumlah asosiasi seperti DPD REI Khusus Batam, Ikatan Notaris Indonesia (INI), Persatuan Bank Nasional (Perbanas), Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Batam, Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), dan asosiasi lainnya.
Dari seluruh pihak yang diundang, hampir semuanya sepakat menolak Perka 10/2017 dan meminta ada revisi.
Perka tersebut dinilai memberatkan dan membuat resah serta tidak probisnis. Apalagi di tengah kondisi ekonomi Batam yang saat ini terpuruk.
Dari IPPAT, misalnya. Ketua IPPAT, Yosefina meminta revisi pada pasal yang mengatur persetujuan mendaftarkan hak tanggungan (HT) saat pengguna lahan mengajukan kredit ke bank.
Untuk lahan lebih dari 600 meter, dikatakan harus mendapat persetujuan BP Batam sebagai pemegang HPL (Hak Pengelolaan Lahan).
Pasal itu berkaitan erat dengan tugas PPAT.
Senada dengan IPPAT, perwakilan dari INI (Ikatan Notaris Indonesia) juga menyampaikan argumennya terhadap kehadiran Perka 10/2017.
Dikatakan, Perka tersebut menimbulkan kegaduhan.
“Entah itu karena SOP, isi, pelayanan ke masyarakat. Khususnya di PPAT. Ini berkaitan dengan perizinan, pemindahan hak, pendaftaran hak tanggungan, semua kan diatur dalam undang-undang,” kata perwakilan INI.
INI dan IPPAT sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan, lanjut dia, tak bisa berbicara banyak soal itu, apalagi menentang.
“Solusinya bagaimana? Ini ekuivalen dengan fakta-fakta di lapangan atau tidak? Apa bisa relevan. Menyangkut IPH, jual beli, izin HT. Tambah waktu, tambah beban persyaratan juga ke masyarakat. Kami akan surati BP Batam.”
Ketua Perbanas Batam, Daniel mengatakan, saat ini pertumbuhan ekonomi hanya berada di kisaran 1,04.
Perbankan punya pekerjaan rumah yang cukup berat untuk mengangkat angka itu.
Penyebabnya banyak hal, terutama juga berkaitan dengan alokasi kredit yang tertahankan dan sebab lainnya.
“Saat ini perbankan sulit cairkan kredit. Jual beli harus ada IPH. Belum lama ini IPH jadi persoalan di perbankan karena prosesnya cukup lama, bahkan sampai membatalkan kredit,” kata Daniel.
Belum lagi selesai masalah IPH, lanjut dia, timbul lagi Perka 10/2017 untuk HT perlu izin dari BP Batam. Hal ini sangat berpengaruh dalam proses pelayanan di perbankan.
“Perbankan harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tak bisa kami tentang. Hanya saja pelaksanaan perka ini menimbulkan kendala di perbankan,” ujar dia.
(Red/tribun batam)