batamtimes.co, Batam -Persoalan Lahan Dam Baloi atau yang sering disebut Baloi Kolam tak kunjung selesai, sering kali tejadi kerusuhan dan kontak fisik dalam penyelesaian lahan yang sudah dihuni masyarakat puluhan tahun tersebut.
Lahan yang luasnya 119,6 hektare yang terletak di kecamatan Batam Kota ini dulunya adalah hutan lindung yang sudah dialihfungsikan pada 30 Desember 2010.
Mulanya Tanah Hutan Lindung ini diubah status oleh Mentri Kehutanan lewat SK No. 725/menhut-II/2010. Sejak tahun 2010 lah status tanah yang dihuni lebih 10,000 warga ruli jadi Bola Panas.
Polemik semakin rumit, setelah gabungan 12 Perusahaan yang sudah membayar UWTO Selama 30 tahun.
Setelah bertahun-tahun tidak berfungsi setelah membayar WTO, salah satu perusahaan yang merasa sudah memiliki lahan yang didiami warga baloi kolam puluhan tahun,mengeluarkan surat peringatan I kepada warga Baloi kolam.
Seperti tidak ada tanggapan perusahaan kembali melayangkan surat peringatan II,nah pada saat dilayangkan surat rekomendasi ke II warga baloi kolam mulai teriak dan suasana menjadi memanas ,hingga terjadi pemblokiran akses jalan utama.
Ketidak puasaan tersebut kembali berlanjut warga baloi kolampun bergerak tidak sendiri, bersama Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) mengadakan aksi damai Selasa (19/7/2017)
Ribuan warga yang menghuni kawasan Baloi Kolam mendatangi BP Batam, Pemko Batam dan DPRD Kota Batam.
Mereka menolak campur tangan TNI di Baloi Kolam yang saat ini dalam sengketa warga dengan pihak pengusaha yang mengklaim pemilik lahan.
Saat di Gedung BP Batam Warga Baloi Kolam menyampaikan beberapa tuntutan.
Di antaranya, menuntut BP Batam segera mengumumkan secara resmi kepada seluruh masyarakat bahwa status lahan di hutan lindung Baloi Dam dikembalikan kepada negara.
Selain itu menuntut BP Batam segera mencabut dan membatalkan pengalokasian lahan di seluruh kawasan hutan lindung Baloi Dam.
Orator aksi, Robinson mengatakan, kedatangan mereka itu dilatarbelakangi adanya orang tak dikenal yang mengaku perwakilan perusahaan datang ke Baloi Kolam.
Kedatangan orang tak dikenal itu membuat resah masyarakat. Sebab mereka mengaku punya izin atas alokasi lahan yang sudah bertahun-tahun ditempati masyarakat setempat.
Dalam aksi ini, perwakilan masyarakat juga meminta untuk bertemu pimpinan BP Batam. Meminta penjelasan dan jawaban atas tuntutan mereka dari BP Batam.
Dalam pertemuan antara warga dan BP Batam, keluar notulen kesepakatan tertulis, yang berisikan, BP Batam menampung masukan dari masyarakat, antara lain, Meminta agar alokasi lahan di Baloi Kolam dievaluasi kembali. Meminta agar dialokasikan kepada masyarakat. Meminta agar kegiatan penerima alokasi dihentikan sampai ada keputusan dari BP Batam.
Poin kedua, BP Batam akan menghimbau kepada penerima alokasi lahan, untuk menghentikan sementara kegiatan di Baloi Kolam.
Ketiga, BP Batam akan mengundang penerima alokasi lahan, untuk membicarakan solusi penyelesaian permasalahan di Baloi Kolam.
Keempat, Langkah penyelesaian akan diambil dengan tetap berpedoman pada aturan yang berlaku.
Lima, BP Batam akan melakukan pendataan kepada masyarakat di Baloi Kolam.
Dan terakhir; Setiap pembahasan terhadap lokasi Baloi Kolam, agar selalu tetap dimediasi oleh BP Batam
Warga Berharap Anggota Dewan Membela Kepentingan Rakyat
Massa warga Baloi Kolam mendatangi DPRD Kota Batam, Senin (13/11). Mereka menuntut dewan untuk bisa mementingkan kepentingan warga.
Tiba di depan gedung DPRD Kota Batam, sejumlah perwakilan melakukan orasi. Intinya menolak ada pihak yang ingin menertibkan ruli di Baloi Kolam. Tidak lama berlangsung, ketua DPRD Batam Nuryanto yang turut menemui warga meminta puluhan perwakilan warga untuk berdiskusi dengan komisi I.
Pertemuan dengan komisi I dipimpin oleh Budi Mardiyanto. Hadir juga beberapa anggota komisi I seperti Tumbur Sihaloho, Jurado Siburian, Muhamad Musofa, Harmidi, Li Khai dan bebepa anggota lainnya.
Sementara perwakilan dari warga dipimpin oleh ketua RW 16 Baloi Kolam, Agustan Marbun. Ia berharap anggota dewan bisa membela kepentingan rakyat. Termasuk meminta agar anggota dewan dalam mengeluarkan keputusan jangan sebelah pihak terkait Baloi Kolam.
Ketua DPRD Kota Batam Budi Mardiyanto mengatakan bahwa komisi I sudah menggelar beberapa kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait baloi kolam. Tetapi undangan dari DPRD Batam tidak dihadiri oleh warga.
“Kami sudah beberapa kali mengirimkan undangan. Tetapi sama sekali tidak dihadiri. Padahal sangat bagus untuk kita berdiskusi dan mencari solusi terkait permasalahan yang terjadi,” katanya.
Warga yang hadir menyampaikan soal ketidakhadiran mereka dalam rapat dengar pendapat beberapa waktu lalu.
“Kami tidak datang karena tidak ada keterkaitannya dengan masalah ini. Karena harus melakukan mediasi BP Batam.
Dalam aksi tersebut, serjumlah anggota dewan menemui warga Baloi Kolam. Mereka berjanji akan mencarikan jalan keluar terbaik agar persoalan pemukiman warga yang dinilai ilegal itu ada solusi.
Lahan Baloi Dam Aset Negara Milik Kementerian Keuangan
Data batamtimes menunjukan,persoalan Lahan Dam Baloi atau yang sering disebut Baloi Kolam tak kunjung selesai, sering kali tejadi kerusuhan dan kontak fisik dalam penyelesaian lahan yang sudah dihuni masyarakat puluhan tahun tersebut.
Lahan yang luasnya 119,6 hektare yang terletak di kecamatan Batam Kota ini dulunya adalah hutan lindung yang sudah dialihfungsikan pada 30 Desember 2010.
Alihfungsi hutan lindung Dam Baloi ini ditandai terbitnya dua Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) yakni No. 724/menhut-II/2010 tentang Penetapan ke Hutan Lindung Tembesi seluas 838,8 hektare, dan SK No. 725/menhut-II/2010 tentang pelepasan kawasan Hutan Lindung Dam Baloi seluas 119,6 hektare.
Surat Keputusan (SK) Menhut itu diserahkan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada masa itu kepada Walikota Batam yang saat itu dijabat Ahmad Dahlan, dan Ketua Otorita Batam yang sekarang berganti nama Badan Pengusahaan (BP) Batam yang masih dijabat Mustofa Widjaja, pada 25 April 2010 di Gedung Graha Kepri.
Polemik yang tak kunjung selesai terkait adanya 12 Perusahaan yang sudah membayar UWTO Selama 30 tahun, gabungan 12 perusahaan untuk pengembangkan Kawasan Dam Baloi menjadi Kawasan bisnis dan jasa dengan konsep Land Mark Kota Batam.
Pasalnya, 12 Perusahaan yang sudah memiliki PL di lahan seluas 119,6 hektare itu tidak punya hak untuk melanjutkan pengelolaan Dam Baloi atau Baloi Kolam, hal ini dikarenakan BP Batam tidak bisa memberikan Surat Keputusan (SKEP) dan Surat Perjanjian (SPJ) pengelolaan Baloi Kolam, karena masih ada Aset Negara berupa Dam yang mana milik Kementerian Keuangan.
Diakhir masa jabatan Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro mengatakan dengan tegas, kalau SKEP dan SPJ untuk lahan Dam Baloi tidak pernah diberikan kepada perusahaan manapun.
“Terkait lahan Dam Baloi, skep dan spj itu kan saya yang harus tandatangani, dan perlu saya tegaskan, sampai hari ini saya belum ada tandatangan,”tegas Hatanto saat jumpa Pers di Aula Marketing Centre pada, Rabu (18/10/2017) yang lalu.
Hal senada juga disampaikan Deputi III BP Batam RC Eko Santoso Budianto saat itu mengatakan, Menurut Opini Hukum Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun), pengalokasian lahan Dam Baloi yang dulu itu tidak sah dan secara otomatis dikembalikan ke BP Batam.
Dalam Komprensi Pers itu, Eko juga mengatakan, BP Batam sudah sering kali menghubungi perusahaan untuk mengirimkan rekening mereka, agar uangnya kita kembalikan, namun pihak mereka menolak untuk dikembalikan.
“Menurut Opini Hukum dari Jamdatun, itu pengalokasian yang dilakukan dulu itu tidak sah, berarti dengan sendirinya batal, mustinya kembali ke BP Batam dan uangnya dikembalikan, namun mereka (perusahaan) menolak untuk kita kembalikan,”ujar Eko.Eko juga sangat menyayangkan banyaknya Pihak-pihak yang mengaku pemilik lahan di Baloi Kolam, seharusnya kalau dialokasikan harus dibuat dulu masterplannya.
“Orang boleh aja mengaku pemilik lahan, saya juga boleh ngaku kalau Monas milik saya,”kata Eko dengan nada menyindir.
(red/Lantas)