Laporan : Nilawati Manalu
Batamtimes.co, Batam- Puluhan warga dari Kampung Rantau RT 002/ RW 10, Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa, Kamis (6/9) mendatangi Kantor DPRD Batam, terkait pengosongan lahan dan ganti rugi yang tidak didapatkan dari Pemerintah Kota Batam.
Beberapa warga Kampung Rantau, masih bertahan.
Sekitar 50-an warga enggan meninggalkan tempat tinggal mereka karena tidak mendapatkan ganti rugi. Kepada www.batamtimes.co, Saidi Amin, dari LBH Mandiri mengatakan, sebelum disurati oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, tidak ada kesepakatan warga dengan pemerintah.
Muldiarman, dari DLH Pemko Batam mengatakan pemerintah akan memakai tempat tersebut, karena urusan sampah.
Pemerintah akan melakukan pengembangan terpadu TPA ( Tempat Pembuangan Akhir). Namun Muldiarman tidak menampik keberadaan masyarakat yang telah lama bermukim.
Sejak bulan Oktober tahun 2017, menurut Muldiarman pemerintah telah melakukan tahapan, seperti melakukan penawaran kepada masyarakat untuk bersedia pindah ke rumah susun.
“Waktu itu kepala DLH belum menjabat kepala dinas, sudah pernah bertemu dengan perwakilan warga, dan menawarkan warga pindah ke rumah susun,” kata Mulidiarman.
Jika warga bersedia pindah ke rusun, DLH akan membantu menfasilitasi pengangkutan barang, dan selama tiga bulan akan digratiskan di rusun.
Menanggapi usulan DLH, Saidi Amin, mengatakan, pemindahan warga ke rusun, bukanlah solusi yang baik, justru akan mendatangkan masalah baru.
Karena warga yang telah bermukin kurang lebih tujuh belas tahun, sudah memiliki lahan, kebun, usaha lainnya di Kampung Rantau.
Jikapun warga harus dipindahkan, menurut Saidi Amin, warga harus mendapatkan tempat yang layak. Sebab warga yang telah bermukim di sana, telah memiliki identitas seperti KTP dan juga sebagai warga Kota Batam.
“Jangan giliran pengusaha gampang memiliki tanah di Batam ini. Warga juga penduduk Batam, jadi mohon diperhatikanlah nasib mereka,” kata Saidi Amin.
Ketua RT 02/ RW 10, Zainil Arifin mengatakan sejak tahun 1996, ia memahami keberadaan tempat pembuangan sampah, sebab dirinya bertempat tinggal di tempat tersebut. Zona TPA, menurutnya memiliki batas yang ditandai dengan cat merah. Sepengetahuan Zainal Arifin, batas zona TPA berdekatan dengan lampu PLN.
Namun yang ia amati, batas tersebut telah berpindah-pindah. Mewakili warganya, Zainal Arifin meminta, jika pun tempat tinggal yang telah mereka huni belasan tahun diambil untuk TPA, pemerintah memperhatikan warganya.
Setelah ada rencana pengembangan TPA di tempat tersebut, sekitar 300-an warganya berpencar mencari tempat tinggal lain, tanpa ada ganti rugi.
“Yang bertahan sekitar 55 KK, yang 300-an KK sudah pindah tanpa ganti rugi. Saya tidak tahu, apakah mereka mencari tempat tinggal di lahan hutan lindung. Yang saya minta tolonglah pemerintah memanusiakan manusia yang ada di Kampung Rantau. Paling tidak dipikirkanlah warganya,” kata Zainal Arifin.
Berbeda halnya dengan pendapat Lurah Kabil, Safaat. Ia mengira tidak ada masalah lagi dengan warganya. Sebab, menurutnya sekitar bulan April, hal ini sudah perrnah dibicarakan dan dianggap adem.
Dalam RDP tersebut, ia justru mengingatkan warganya, bahwa tanah yang ditempati mereka adalah lahan pemerintah. “Yang 400 KK sudah pindah, yang tinggal 55 KK saja. Marilah kita memahami. Karena sudah banyak yang pindah, yang lain pindahlah,” kata Safaat.
Mendengar keluhan warga, Ruslan Ali, pimpinan sidang Komisi I, mengatakan seandainya ada penataan dan pengembangan TPA oleh DLH Kota Batam, warga di Kampung Rantau seyogianya direlokasi. Namun di satu sisi, persoalan sampah di Batam pun tak bisa dibiarkan.
“Kita tidak ingin hanya karena sepuluh atau limapuluh warga yang tak mau pindah, Batam bermasalah dengan sampah,” kata Ruslan Ali.
Di sisi lain, warga enggan meninggalkan tempat tinggalnya, karena status warga sebagai penduduk Batam jelas, dan sudah memiliki KTP.
Sementara itu, Andi dari Tim Penataan BP Batam mengatakan pihaknya belum mengetahui apakah lahan di Kampung Rantau sudah pernah dibebaskan. Untuk memastikannya, BP Batam, rencananya akan melakukan pengecekan dan melihat dokumen yang dimiliki masyarakat, seperti alas hak dan dokumen lainnya.
“Jika permohonan kavling, di BP sudah ada pemiliknya, jadi tak mungkin,” kata Andi.
Terakhir Ruslan Ali meminta kepada warga agar tetap melakukan aktivitas seperti biasa, sebelum ada solusi.
“Kami akan melakukan koordinasi dengan BP Batam dan pemerintah, bagaimana solusinya, apakah akan direlokasi,” kata Ruslan Ali.
Ia meminta kepada Lurah Kabil, untuk mengumpulkan data warga yang sudah pindah dan yang masih bertahan. “Jika dimungkinkah, kenapa tidak diputihkan saja. Karena ini berkaitan juga dengan kesehatan warga. Ini akan catatan kami, untuk berkoordinasi dengan BP Batam,” kata Ruslan Ali.(*)