Terkait Sekolah Internasional SASB, Anggota DPRD Batam Sebut Sudah Merugikan Negara

0
1497

Penulis : Nilawati Manalu

Batamtimes.co, Batam- Jurado Siburian, Rabu (12/9) sesalkan Dinas Pendidikan Kota Batam karena lengah melakukan pengawasan terhadap salah satu sekolah di Batam, (SASB) Saint Andrew School Batam.

Pasalnya sekolah ini diduga telah melanggar beberapa aturan dan ketentuan yang berlaku hingga merugikan negara, siswa dan para orangtua murid di sekolah tersebut.

Kepada Pemerintah Kota Batam, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Batam, Jurado Siburian meminta, agar memberikan sanksi tegas kepada pihak sekolah yang berorientasi Singapura ini.

Sesuai dengan laporan salah satu orangtua murid, Jimmy Theja di Kantor Polresta Barelang tentang tindakan pidana perseroan, organisasi dan atau pelaku usaha dilarang memproduksi dan / atau memperdagangkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang diketahui terjadi pada hari Selasa, tanggal 3 April 2017 sekira pukul 14.00 Wib di Ruang Aula ST Andrew’s School Batam, Kecamatan Kota Batam, sebagiamana dimaksudkan dalam rumusan pasal 67 ayat 1 Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan atau Pasal 62 Ayat 1 Junto Pasal 8 huruf a, d, dan f Undang-undan Nomor 8 Tahun 1999 tertang Perlindungan Konsumen.

Saint Andrew School Batam, menurut Juardo Siburian telah melakukan pembohongan publik dan memberikan janji – janji palsu, menempatkan tenaga pengajar dari luar negeri TKA (tenaga kerja asing) dengan cara ilegal.

Dalam transaksi urusan administrasi sekolah dengan orangtua murid , pihak sekolah menggunakan mata uang asing, Dollar Singapura.

“Perlu ditanya legalitas sekolah ini. Kepada Pemko Batam tolong diberikan sanksi kepada sekolah ini, karena telah menggunakan TKA tanpa izin, dan pelanggaran lainnya” kata Jurado Siburian.

Selain itu, Jurado Siburian juga menyoal soal transaksi di Saint Andrew’s School yang menggunakan Dollar Singapura.

Pembarayan dengan mata uang asing ini, telah melanggar Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang, pasal 33 ayat 1, “Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujutan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan atau transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 dipidana dengan kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.”

Kepada www.batamtimes.co, Jimmy Theja mengatakan, dirinya bersama ratusan orangtua murid menjadi korban atas tindak pidana yang dilakukan sekolah di bawah naungan Yayasan Pelita Anglikan Indonesia. Ditanya mengapa menjadi korban tindak pidana, Jimmy Theja mengatakan dirinya telah membuat laporan kepada Polresta Barelang tahun lalu, tepatnya, tanggal 8 Mei 2017.

“Setelah melalui proses penyelidikan, kasus ini sudah memasuki tahap penyidikan, atau sudah ditemukan tindak pidananya,” kata Jimmy Theja. Namun hingga saat ini belum ada tindaklanjut dari pihak penyidikan.

Pasca melakukan pendaftaran anaknya di Saint Andrew’s School, pihak sekolah, Retnowati sebagai kasir mengatakan jika sekolah Saint Andrew’s School adalah sekolah nasional plus atau bertaraf internasional atau dikenal sebagai satuan pendidikan kerjasama sesuai dengan Permendikbud Nomor 31 Tahun 2014.

Pada kesempatan itu juga, Retnowati mengatakan jika guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut didatangkan dari Singapura.

“Saat itu ia menunjukkan kartu nama salah seorang guru asal Singapura atas nama Mrs. Serene Kong sebagai Consultant Principal. Sekolah ini juga menerapkan dua kurikulum, yakni nasional dan kurikulum Singapura.” ujarnya

Retnowati juga mengatakan bahwa sekolah tersebut, memiliki sertifikat cambridge o-level.

Saint Andrew’s School menurut keterangan Retnowati, adalah cabang dari Singapura, sehingga bila suatu saat ada yang pindah sekolah ke Singapura tidak akan turun kelas.

Selain itu kepada www.batamtimes.co , Jimmy juga mengeluhkan biaya sekolah yang sangat tinggi, sekitar 5 hingga 6 kali lebih mahal dibandingkan dengan sekolah nasional lainnya yang ada di Kota Batam.

“Sekitar 3 juta perbulan. Gedung sekolah hanya ruko, tanpa ada gedung olahraga, layaknya sekolah lainnya di Batam. Biaya pendaftaran dan SPP ditentukan oleh pihak sekolah yakni membayar dengan mata uang Dollar Singapura,” kata Jimmy Theja.

Mencuatnya masalah di sekolah ini hingga ke ranah hukum, menurut Jimmy Theja, setelah dirinya menerima surat dalam bahasa Inggris dari pihak sekolah tertanggal 10 Maret 2017, yang berisikan semua guru-guru Singapura dipanggil kembali ke Singapura.

Dalil mengikuti pelatihan dan penyesuaian kurikulum, pihak Yayasan Anglikan Indonesia memulangkan guru-guru Singapura, dan mengatakan akan kembali ke Batam seperti sediakala.

Oleh pihak sekolah, kepulangan guru-guru Singapura hanya dua minggu.

Namun kenyataannya, para guru Singapura tidak pernah kembali lagi ke Batam.

Untuk memastikan pengajar anak-anaknya para orangtua murid melakukan pertemuan namun pihak Yayasan Anglikan Indonesia tidak mau bertemu bahkan dalam rapat pun tidak hadir.

Saat ini kasus yang menyeret nama Sekolah Saint Andrew’s School Batam, bias ke berbagai instansi.

Budi Mardianto, DPRD Kota Batam, akan menjadwalkan memanggil semua pihak terkait untuk didengarkan keterangannya.

“Imigrasi, Kepolisian, pihak bank dan yang terkait dengan kasus ini,” kata Budi Mardianto. Selain itu, ia memastikan akan turun langsung ke sekolah yang beralamat di Duta Mas Blok J Nomor 10-12 Batam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here