Medan – Tersangka dugaan penganiayaan terhadap MHD (16) yang merupakan siswa SMA Shafiyyatul Amaliyah Medan, Sumatera Utara, Cindy Claudyana Sembiring K dan Syahyudi, S.PdI tidak menghadiri pemanggilan kedua dari penyidik Subdit IV Renakta Polda Sumutera Utara, Senin 13 Mei 2019.
Keduanya disebut sudah dua kali tidak menghadiri panggilan sebagai tersangka.
“Tadi kami sudah mendapatkan informasi dari Kompol Hariyani Kanit 1 Subdit IV Renakta Polda Sumut, bahwa tersangka sudah dipanggil dua kali tapi tidak hadir, untuk itu akan dikeluarkan Surat Perintah membawa,” kata kuasa hukum keluarga korban, Saiful Anam kepada wartawan di Jakàrta, Selasa (14/5/2019).
Saiful Anam menjelelaskan hal itu telah sesuai peraturan yang berlaku. Bila seorang tersangka tidak menghadiri panggilan penyidik hingga dua kali, maka dapat dilakukan penjemputan paksa.
“Ya, info dari penyidik bahwa akan dikeluarkan surat penjemputan paksa sesuai dengan pasal 112 ayat 2 KUHAP ” ujar Saiful Anam.
Lebih lanjut dikatakan Anam, keduanya bisa terancam jemput paksa dan bisa langsung ditahan. Karena, menurut dia, unsur dugaan tindak pidana diskriminatif dan penganiyaan terhadap anak sesuai dengan Undang-undang (UU) Perlindungan Anak telah terpenuhi.
“Apalagi yang bersangkutan sudah dua kali mangkir dari panggilan polisi,” tegas Saiful Anam.
Untuk itu Kuasa Hukum keluarga korban berharap polisi dapat secara objektif menggunakan kewenangannya untuk segera mengejar, menjemput paksa dan menahan kedua tersangka.
Kasus penganiayaan ini bermula, lanjut Anam, pada saat MHD dan teman-temannya dianggap terlambat masuk kedalam kelas, Rabu 3 Oktober 2018 lalu. Padahal tidak demikian adanya.
Namun guru wali kelas MHD yang bernama Cindy Claudyana Sembiring K justru melalukan hal seharusnya tidak ia lakukan dengan melakukan penganiyaan secara fisik dan psikis antara lain memukul kaki dengan menggunakan gagang sapu ijuk berkali-kali.
Selain itu, pelaku juga membenturkan kepala korban ke dinding, mencekik leher dengan menggunakan dasi korban dan banyak lagi bentuk penganiayaan lainnya serta tindakan-tindakan yang mengarah kepada diskrimatif terhadap korban didalam kelas yang disaksikan oleh teman-temannya.
“Tidak hanya itu, salah satu guru bernama Syahyudi, S.PdI yang dengan atau tanpa mengetahui jelas persoalannya, justru melakukan hal yang sama kepada Hadyan. Padahal anak tersebut bukan merupakan anak yang tergolong nakal dan tidak pernah keluar masuk ruang BP/BK di sekolahnya,” kata Anam.
Kasus dugaan penganiayaan terhadap MHD (16) yang merupakan siswa SMA Shafiyyatul Amaliyah Medan, Sumatera Utara telah mencapai titik klimaks.
(red/tanto)