Bupati Hamid – DPRD Sepakati Penolakan Cantrang Di Laut Natuna Utara

0
597

Batamtimes.co – Natuna – DPRD Kabupaten Natuna menerima sejumlah perwakilan aksi demo tergabung dalam Aliansi Nelayan Natuna (ANN). Menggelar aksi unjuk rasa didepan Kantor DPRD Natuna. Menuntut soal penolakan penggunaan cantrang di perairan laut Natuna Utara oleh nelayan pantura.

Pasalnya akan dikhawatirkan terjadi Konflik nelayan atas Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengizinkan 30 kapal dengan alat tangkap cantrang beroperasi di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna Utara.

Bupati Hamid Rizal ditengah Massa usai rapat bersama DPRD dan Perwakilan Aliansi Nelayan Natuna mendukung penolakan penggunaan cantrang dilaut Natuna Utara.

Kapal-kapal tersebut merupakan pemegang Surat Keterangan Melaut (SKM) asal Jawa Tengah.

Ketua DPRD Natuna Andes Putra didampingi Bupati Hamid Rizal pimpin rapat audensi bersama perwakilan aksi demo dari Aliansi Nelayan Natuna digelar  diruang paripurna DPRD Natuna, Kamis (27/02/2020) Siang.

Diruang paripurna koordinator aksi Hendri menuturkan pihaknya meminta pemerintah dan DPRD Natuna mendukung nelayan Natuna. Menolak kehadiran puluhan kapal yang menggunakan cantrang diperairan laut Natuna Utara dari nelayan pantura pulau Jawa.

Sepakati bersama penolakan penggunaan cantrang dilaut Natuna Utara usai rapat bersama dengan Perwakilan aksi Aliansi Nelayan Natuna diruang paripurna DPRD Natuna, Kamis (27/02/2020) Siang.

Lanjut Hendri, penolakan penggunaan cantrang alasanya sudah jelas karena akan merusak ekosistim laut dan cantrang juga tidak akan efektif beroperasi dikedalamn 100 mil.

Sebab cantrang hanya efek beroperasi di kedalam 50 meter, itu artinya kapal cantrang akan mengganggu wilayah tangkapan nelayan tradisional dan akan merusak ekosistim laut serta akan berpotensi timbulnya konflik nelayan.

Dia juga menegaskan sampai saat ini pemerintah belum mencabut larangan penggunaan cantrang dan tidak pernah dikeluarkan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) sebab tidak ramah lingkungan.

” Ini menjadi catatan kami dari Aliansi Nelayan Natuna, mengapa Cantrang akan di legalkan di Natuna, tentu kita sangat menolak keputusan pemerintah yang tidak berpihak ke nelayan Natuna,” paparnya.

Ketua Komisi II DPRD Natuna Marzuki kader Gerindra Tandatangani Surat kesepakatan bersama soal penolakan penggunaan cantrang dilaut Natuna.

Lanjut Hendry, dilaut Jawa wilayah tangkapan nelayan sudah berkurang, zona tangkap mereka sudah tidak ada ikan lagi. Makanya mereka ingin beralih di Natuna dengan menggunakan cantrang itu.

Selain itu ia juga menyinggung soal bantuan yang akan diberikan oleh pemerintah pusat untuk nelayan Natuna. Dia beralasan Itu hanya iming-iming belaka, karena tanpa kehadiran nelayan Cantrang pun pemerintah berkewajiban untuk memberikan bantuan bagi nelayan dan sudah tugas pemerintah untuk membantu rakyatnya.

“Intinya kami Aliansi Nelayan Natuna tetap berjuang menolak Cantrang, hingga kebijakan ini dikaji ulang oleh pemerintah pusat. Untuk itu, kami mengharap dukungan dari DPRD dan Pemerintah daerah untuk sama-sama berjuang menolak cantrang di laut Natuna,”pintanya.

Ketua Komisi I DPRD Natuna Wan Arismundar kader Nasdem tampak Tandatangani Surat kesepakatan bersama Aliansi Nelayan Natuna soal penolakan penggunaan cantrang dilaut Natuna.

Menanggapi aspirasi Aliansi Nelayan Natuma, Bupati Hamid Rizal, menyatakan dengan tegas mendukung nelayan Natuna tidak menerima (Tolak) penggunaan cantrang diperairan laut Natuna Utara.

“Saya sangat setuju, karena kita ada kearifan lokal menggunakan alat pancing tarik yang ramah lingungan. Demi kelangsungan hidup anak cucu kita nanti, karena 99 persen luas Natuna ada dilaut dan ladang kehidupan masa depan kita bersumber dari laut,” tegasnya.

Bahkan Bupati Natuna tidak tinggal diam atas penolakan penggunaan cantrang dilaut Natuna. Dia akan berkirim Surat kepada pemerintah pusat untuk mempertimbangkan kembali penggunaan cantrang diperairan laut Natuna salah satu alasanya kearifan lokal.

” Saya akan ajak DPRD dengan perwakilan nelayan kita audensi langsung dengan Menkopolhukam dan Presiden. Untuk menyampaikan aspirasi nelayan Natuna soal penolakan penggunaan Cantrang demi anak cucu dimasa depan,” pungkasnya.

Diakhir pertemuan audensi dengan Aliansi Nelayan Natuna sejumlah anggota DPRD, Ketua Andes Putra dan Bupati Hamid Rizal menandatangani Surat pernyataaan bersama untuk diteruskan kepada pemerintah pusat.

Wakil ketua Komisi II DPRD Natuna Hendri FN kader Demokrat Tandatangani Surat kesepakatan bersama Aliansi Nelayan Natuna soal penolakan penggunaan cantrang dilaut Natuna.

Perlu diketahui larangan penggunaan cantrang sebelumnya ditetapkan oleh Susi sejak 30 Desember 2016 karena dinilai menyebabkan kehancuran habitat di laut. Salah satunya karena cantrang memiliki tali hingga 6 kilometer. Padahal di beberapa titik seperti laut Jawa, kedalamannya hanya 60 meter.

Ketentuan mengenai larangan ini diatur Susi dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 71 Tahun 2016. Dalam pasal 21 ayat 2 disebutkan berbagai jenis alat penangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan. Di antaranya yaitu pertama pukat tarik (seine nets). Ini terdiri dari dogol (danish seines), scottish seines, pair seines, cantrang, dan lampara dasar.

Syaifullah anggota DPRD Natuna kader Hanura Tandatangani Surat kesepakatan bersama Aliansi Nelayan Natuna soal penolakan penggunaan cantrang dilaut Natuna.

Kedua yaitu pukat hela (trawls), yang meliputi pukat hela dasar (bottom trawls), pukat hela dasar berpalang (beam trawls), pukat hela dasar berpapan (otter trawls), pukat hela dasar dua kapal (pair trawls), nephrops trawl, pukat hela dasar udang (shrimp trawls), dan jenis lainnya. Ketiga yaitu perangkap, seperti perangkap ikan peloncat (aerial traps) dan muro ami.

Masih di era Susi, pada 1 Desember 2017, laman resmi KKP merilis Frequently Asked Questions (FAQ) Kebijakan Pelarangan Cantrang. Dalam FAQ ini, KKP menyatakan cantrang dilarang karena dinilai merusak ekosistem lautan. Menurut KKP, hasil tangkapan cantrang didominasi ikan kecil yang harganya pun murah di pasaran.

KKP lalu mengutip data WWF Indonesia bahwa sekitar 60-82 persen tangkapan cantrang adalah tangkapan sampingan atau tidak dimanfaatkan. Selain itu, cantrang selama ini telah menimbulkan konflik horizontal antar nelayan. Konflik penggunaan cantrang ini sudah berlangsung lama, bahkan sudah terjadi pembakaran kapal-kapal Cantrang oleh masyarakat.

Persoalannya, Edhy menyebut sejumlah nelayan, seperti di Jawa Tengah, sampai saat ini masih terus menuntut agar mereka diizinkan kembali menggunakan cantrang. Di sisi lain, kata Edhy, sejumlah nelayan di Sumatera Utara juga sedang berdemo menolak penggunaan trawl oleh kapal besar di tengah laut.. Sebab, nelayan kecil yang ada di pinggiran laut menjadi tidak kebagian ikan.

Pertentangan inilah yang ingin dikaji kembali oleh Edhy bersama para akademisi dan pakar terkait. Ia pun memastikan, peraturan baru nanti akan sesuai dengan permintaan Presiden Jokowi. “Bahwa intinya, kalau mengeluarkan peraturan baru, jangan sampai menimbulkan masalah baru,” kata dia. Dikutip berbagai sumber.

(Red/Pohan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here