Oleh : Jagarin Pane
Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI
GELAR otot militer diperlihatkan antara dua kekuatan militer terhebat, AS dan China. Dan kali ini yang terbesar. Palagannya adalah mulai dari Selat Taiwan sampai Laut China Selatan (LCS). China menggelar kekuatan laut dan udaranya untuk menggertak Taiwan, Filipina, Malaysia dan Vietnam.
AS memandang ini sebagai tindakan “anggar jago” dan mentang-mentang. Maka dikirimlah 3 kapal induk sekaligus beserta dayang-dayangnya berupa puluhan destroyer, fregat, kapal selam dan ratusan jet tempur ke perairan Pasifik Barat. Konvoi itu telah sampai. Termasuk 8 kapal perang Australia ikut meramaikan suasana.
Sebagai antisipasi terhadap gelar kekuatan otot militer kedua raksasa itu, Indonesia bersiap diri siaga penuh di Natuna dengan penambahan kekuatan sejumlah KRI striking force. Juga skadron jet tempur di Koopsau satu diperintahkan siaga penuh terukur.
China, entah kenapa setelah sempoyongan mabuk Corona tiba-tiba membuka permusuhan terbuka di tiga front militer sekaligus. Dengan India di barat negerinya, dengan Taiwan di timur dan dengan sejumlah negara ASEAN di selatan negerinya. Apa karena gerah dengan sebab musabab Corona atau mau uji nyali kekuatan militernya.
Dengan India bahkan telah terjadi bentrok fisik yang meminta korban tewas puluhan pasukan kedua negara. Lucunya meski keduanya telah mengerahkan puluhan ribu pasukan dan alutsista, justru adu fisik ala primitif yang terjadi. Adu jotos antar tentara. Sangat memalukan.
Maka meskipun di teater LCS telah berkumpul sejumlah kapal perang, kapal induk, kapal selam dan jet tempur, kita meyakini tidak sampai terjadi perang terbuka antara China dan AS. Otot militer sejatinya dikerahkan untuk memberikan efek gentar, show of force. Saling gertak tapi juga ukur kekuatan. Bahasa militer adalah bahasa adrenalin. Bahasa ego negara yang berada dalam kendali bahasa diplomasi.
Sejatinya dunia kita sekarang sudah saling ketergantungan satu sama lain. Membangun kesejahteraan tidak bisa lepas dari hubungan ekonomi dan perdagangan antar negara. Saling membutuhkan. Bahkan dunia masa depan adalah bangunan digitalisasi online global, borderless.
Yang menjadi pertanyaan mengapa China menjadi agresif dan cenderung buas belakangan ini. Semuanya soal teritori. Padahal pada saat yang bersamaan perang dagang dengan AS masih berlangsung seru. Apalagi dunia masih dilanda pandemi Covid19.
Utamanya soal batas teritori. Dengan India yang sudah dingin dengan kondisi status quo selama empat dekade. Tiba-tiba cepat berubah menjadi konflik panas membara. Aneh kan ? Dengan Taiwan juga sudah mulai unjuk kekuatan. Jet tempur China sudah berani menerobos wilayah udara Taiwan.
Adalah wajar jika kemudian AS dan anak asuhnya Australia tampil untuk unjuk kekuatan dengan mengerahkan 3 kapal induk sekaligus. Tindakan kasar China jelas tidak pantas dalam koridor Code of Conduct di LCS. Apapun alasannya tidak dibenarkan. Karena klaimnya di LCS tidak sah secara hukum internasional.
Tingkah konyol China ini dianggap dunia sebagai kurangnya semangat kecerdasan diplomasi alias kaku. Padahal dunia sudah sangat saling tergantung sama lain. Mestinya semua persoalan klaim teritori bisa diselesaikan di meja perundingan. Bukan berlagak sebagai preman lapak teritori.
Gelar kekuatan militer China sesungguhnya hanya untuk gagah-gagahan. Untuk menakut-nakuti. Memang negara-negara di LCS mengambil sikap mengalah tetapi bibit kebencian utamanya di kalangan warga negaranya mulai tumbuh. Di India sudah terjadi demo besar dan ajakan boikot produk China.
Pergelaran kekuatan militer besar-besaran AS adalah balasan dan pesan kuat untuk China agar tidak bermain api di LCS . Tetapi situasi dan kondisi panas ini tidak sampai menimbulkan perang terbuka diantara kedua raksasa dunia ini. Percayalah. Resikonya sangat mengerikan.
Dan kita pun wajib bersiaga di Natuna dengan terukur. Maksudnya tetap waspada dan defensif menjaga perairan laut Natuna Utara. Kita harus menghadirkan armada Bakamla dan KRI setiap saat. Paling tidak kalau ada yang mulai intip-intip Natuna dan ternyata ada “satpamnya” bisa mengurungkan niatnya.
****
Semarang, 21 Juni 2020
Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI