Oleh : Emrus Sihombing
Komunikolog Indonesia
Salah satu agenda publik yang menarik di republik ini pembahasan revisi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (Otsus Papua) yang saat ini sedang berproses di DPR, yaitu terkait dengan meningkatkan kesejahteraan Saudari dan Saudara kita di ujung timur Indonesia.
Berbagai pandangan dan masukan terwacana di ruang publik. Namun, masih belum mengemuka secara kritis tentang efektivitas pelaksanaan Otsus Papua di lapangan yang disebabkan oleh rentang birokrasi yang masih harus dilalui, termasuk kucuran dana dan percepatan implementasi program yang menyentuh langsung kesejahteraan rakyat di Papua.
Semangat UU Otsus Papua, antara lain memotong mata rantai birokrasi dalam rangka percepatan pembangunan semua sektor di seluruh wilayah Papua agar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat di seluruh wilayah Papua sebagai bukti nyata perhatian serius dari negara. Karena itu, salah satu yang harus dilakukan pada pembahasan revisi UU agar Otsus Papua lebih berhasil ke depan, “pangkas” mata rantai rentang birokrasi.
Otsus Papua yang selama ini penangananya masih di tingkat propinsi, perlu dilakukan pergeseran orientasi menjadi ke Kab/Kota. Mengapa? Setidaknya ada dua alasan utama.
Pertama, jika masih melalui birokrasi propinsi, ada persolan yang bisa terjadi, yaitu memperlama implementasi program Otsus Papua dan berpeluang terjadi distorsi pelaksanaan Otsus itu sendiri dari berbagai aspek, termasuk di tahapan proses dan penggunaan dana Otsus itu sendiri.
Kedua, jika Otsus Papua langsung diberikan kepada Kab/Kota, selain mempersingkat jalur birokrasi, juga dipastikan terjadi percepatan implementasi program kesejahterasn rakyat di lapangan dan memotong mata rantai birokrasi serta memperkecil terjadinya distorsi dari berbagai aspek.
Singkatnya, bila pengalokasian dana Otsus Papua masih orientasi propinsi sehingga jalur birokrasi mempengaruhi ketidakefektifan pelaksanaan Otsus tersebut di lapangan. Padahal, Bupati dan Walikota yang sehari-hari mengetahui dan bersetuhan langsung keadaan ril rakyat di wilayah mereka masing-masing dibanding gubernur.
Salam,
Emrus Sihombing
Komunikolog Indonesia