JEDDAH—Lebih dari seribu anak WNI saat ini belajar di Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) di Kota Jeddah Arab Saudi. Sebagian belum pernah menginjakkan kaki di tanah kelahiran orang tua mereka, karena tidak memiliki dokumen resmi. Mereka lahir dari orang tua yang juga tidak berdokumen resmi (undocumented) karena berbagai permasalahan.
Di antara siswa-siswa yang tidak berdokumen itu ada yang lahir dari kedua orang tua yang sama-sama WNI. Keduanya menikah sirri alias tidak resmi, sehingga tidak bisa memperoleh akta kelahiran (isyahadah milad) bagi anaknya dan juga tidak mendapat kartu izin menetap (Iqamah) dari pemerintah setempat.
Ada pula anak yang lahir dari perkawinan campuran. Umumnya adalah perempuan WNI yang menikah dengan Warga Negara Asing, seperti dari Arab Saudi, Yaman, Mesir, Suriah, Pakistan, India dan Bangladesh.
Sebutlah Jihan (bukan nama sebenarnya). Gadis kelahiran Jeddah 2013 ini kini duduk di kelas 11 Sekolah Indonesia Jeddah (SIJ). Dia usianya yang masih balita, dia telah berstatus yatim karena ditinggal ayahnya meninggal dunia. Sejak lahir, Jihan tidak pernah tahu seperti apa negara ayah dan ibunya.
“Katanya Indonesia itu indah, Pak. Negara kaya sumber daya alam dan budaya. Saya tahu dari media sosial dan dari orang tua, sama beberapa teman,” ujar remaja 17 tahun yang lahir dari seorang ibu asal NTB yang kini bekerja sebagai ART di Jeddah.
“Saya ingin mengunjungi Indonesia walau cuma sekali, karena ibu saya tinggal di NTB dan sering dibicarakan orang. Di sana banyak turis, kalau Lombok itu tempat yang terpopuler. Seru kali ya, kalau lihat langsung pemandangannya, tapi gak punya duit,” lanjut putri dari seorang pria berwarga negara Yaman itu sambil tertawa kecil.
Nasib serupa juga dirasakan oleh Farhan (bukan nama sebenarnya). Remaja lelaki berwajah Arab dan berkulit bersih ini hanya bisa membayangkan indahnya kampung halaman sang ibu, seperti yang sering ia dengar dari orang-orang sekitar. Maklum, sejak lahir, siswa SIJ yang kini duduk di kelas 12-IPS ini mengaku belum pernah menginjakkan kaki di Pulau Madura, Jawa Timur, daerah asal ibunya dan kampung halaman ayahnya di Suriah.
“Pertama yang muncul di pikiran saya tentang Indonesia itu budayanya yang begitu banyak dan unik. Saya mengenal Indonesia melalui media sosial,” ujar dia saat mengikuti kegiatan teknik pengisian Nomor Induk Tunggal (NIT) bersama 23 siswa SIJ dari kelas 11 dan 12 yang digelar Selasa, 31 Agustus 2021, di Gedung Yandu KJRI Jeddah.
Panduan pengisian NIT bagi para siswa undocumented digelar untuk membantu mereka agar tidak kesulitan melanjutkan ke perguruan tinggi di tanah air. Selain itu, NIT nantinya dijadikan dasar pengajuan penerbitan paspor.
“NIT penting bagi teman-teman sekalian untuk melanjutkan pendidikan nanti di Indonesia. NIT ini bisa menjadi dasar untuk mendaftar nanti di universitas,” kata Konsul Jenderal RI Jeddah Eko Hartono saat membuka kegiatan.
Disampaikan oleh Koordinator Pelayanan dan Pelindungan Warga (Yanlin), Safaat Ghofur, NIT sesuai administrasi kependudukan, diberikan kepada WNI yang berdomisi di luar negeri sebagai identitas yang akan melekat hingga akhir hayat pada pemiliknya.
“Tidak hanya untuk mendaftarkan diri di perguruan tinggi, tapi juga bisa digunakan untuk membuka rekening bank,” terang Safaat.
Safaat menambahkan, NIT juga merupakan sarana pelindungan bagi pemiliknya jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Kita bisa mendeteksi dari NIT jika terjadi apa-apa dengan pemiliknya,” kata Safaat.
Nomor Induk Tunggal (NIT) sebagai identitas terdiri dari 16 dijit dan tercatat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Penerbitan NIT bagi pelajar SIJ yang tidak berdokumen resmi melengkapi data kependudukan lainnya, sepertinya Surat Keterangan Lahir (SKL).