Batam- Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam, Ardiwinata menghadiri kegiatan budaya Mandi Safar yang digelar oleh LAM Kec Nongsa dan masyarakat Kampung Terih, Kelurahan Sambau, Nongsa, Rabu (6/10). Sebagai informasi, bagi masyakat Melayu Mandi Safar ini hakikatnya untuk memohon perlindungan karena digelar rangkaian doa bersama usai prosesi mandi tersebut.
Mandi Safar sudah berlangsung sejak lama, sejak Kesultanan Riau Lingga. Sebelum Mandi Safar ada ritual Besapa yakni meminta doa selamat. Mandi Safar terbagi tiga tata cara yakni berbedak langi yang terbuat dari beras yang digiling dan dijadikan tepung basah, dicampur kunyit dan limau purut sebagai pewangi. Tatacara ini bertujuan untuk membersihkan jasmani.
Setelah itu dilanjutkan dengan berenang ke laut melewati Wapak yang bertuliskan huruf Arab. Filosofinya untuk menghilangkan hal negatif pada diri manusia. Dan ketiga mandi tolak balak. Acara ditutup dengan berdoa bersama dan menikmati sajian juada khas Melayu.
Dalam sambutannya, Ardi mengatakan Mandi Safar salah satu atraksi budaya dan pariwisata yang menarik untuk wisatawan. Ia mengapresiasi tradisi ini masih ada dan dilestarikan oleh masyarakat Melayu.
“Kalau di bidang kebudayaan dinamakan ritus,” katanya.
Ia menjelaskan, Kota Batam mempunyai Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). Dalamnya ada 10 unsur yang tercantum, diantaranya olahraga tradisional, sastra lisan, ritus, dan sebagainya. Ardi mengharapkan ritus atau kebiasaan ini dikenalkan ke generasi muda.
“Ini namanya ritus yakni kebiasan harus dijaga dengan baik. Atraksi ini kita catat di Warisan Budaya Tak Benda (WBTB),” ucapnya.
Ardi menginformasikan Pemerintah Kota (Pemko) Kota Batam dalam hal ini Disbudpar Kota Batam mempunyai Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Dalam kesempatan tersebut Ardi mengajak, warga di Kampung Terih untuk mencatat cagar budaya.
“Jika ada bangunan bersejarah itu namanya cagar budaya, atraksi namanya Warisan Budaya Tak Benda. Masyarakat boleh mencatat nanti kita kurasi dan kita daftarkan,” terangnya.
Pemko Batam peduli dengan kebudayaan, masyarakat juga bisa ikut mencatat budaya yang ada di Kota Batam. “Kenapa pantun, anglung, di akui Unesco, karena didaftarkan. Mengapa tidak Mandi Safar, tari Jogi dan lain-lain didaftarkan,” ungkapnya.
Saat ini Kota Batam mempunyai museum yang bernama Museum Batam Raja Ali Haji yang berlokasi di Dataran Engku Putri, Batam Center. Museum ini sudah tercatat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) bersama 475 museum lainnya di Indonesia. Dan telah meraih sertifikat tipe B dari Kementerian Kemendikbud Ristek.
Isi dari museum ini menampilkan sejarah peradaban Batam mulai dari Batam sejak zaman Kerajaan Riau Lingga, Belanda, Temenggung Abdul Jamal, Jepang, masa Kemerdekaan Indonesia, Pemerintah Kabupaten Kepri, Otorita Pertama, era BJ Habibie, Kota Administratif, masuk Sejarah Astaka, Khazanah Melayu, dan infrastruktur atau era Batam sekarang.
“Ayo berkunjung, museum ini bersifat universal, disana ada khazanah Melayu, Riau Lingga,” sebutnya.
Ardi menyampaikan, Kampung Terih perna mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Ekraf) yakni Anugerah Pesona Indonesia (API) Tahun 2018 sebagai tujuan wisata baru terpopuler di Kota Batam.
Ia menyebut ada tiga hal untuk mengembangkan pariwisata yakni aksesbilitas, amenitas, dan atraksi. Kampung wisata terih sudah memenuhinya seperti dekat dengan rumah sakit, mempunyai panggung, dan sebagainya. Namun, saran Ardi masyarakat mulai mengembangkan homestay.
“Kesempatan buatlah homestay, wisatawan tidak tinggal di city tetapi mereka tinggal di rumah warga,” jelasnya.
Jika border Singapura dan Malaysia sudah dibuka, Ardi akan mempromosikan homestay tersebut. “Jangan meniru rumah kota, kita bikin rumah ala homestay,” pungkasnya.