Oleh : Rusdianto Samawa, Kritikus
Rezim saat ini, penerus trah Bung Karno. Tetapi, jauh panggang dari api. Rezim sekarang, belum sepenuhnya paham aliran pemikiran Bung Karno. Rakyat terus dibombardir fashion dan slogan Bung Karno. Padahal Bung Karno sejak umur 15 tahun sudah piawai pidato pergerakan melawan kolonialisme dan feodalisme. Tetapi, rezim selalu jahat terhadap rakyat.
Dibalik itu, rezim anggap Pancasila ideologi, sesuatu yang final. Pancasila itu falsafah. Seringkali terdengar ucapan “Aku Pancasila, Aku NKRI, NKRI Harga Mati.” Padahal kalimat itu tak ada yang final. Semua bisa diperdebatkan.
“Aku Pancasila” anggap kelompok Islam dan oposisi tidak pancasilais. “Aku NKRI” anggap pengkritik tidak NKRI bahkan dituduh sebagai anasir Wahabi, Khilafah maupun Khawarij. Padahal NKRI tidak final, NKRI masih bisa diperdebatkan. Kenapa? ya, kita tidak mengerti situasi sosial politik dimasa depan. Hanya bisa meraba.
Perlu juga disadari, NKRI mengalami fase dari penjajahan hingga kemerdekaan. Tentu, corak rezim negara dan pemerintahan berubah – ubah yang dimulai dari kerajaan hingga demokrasi. Kemudian, “NKRI Harga Mati” anggap kelompok Islam tidak NKRI atau anggap pemecah belah.
Narasi diatas, karakter hipokrit yang ditunjukan dalam sikap. Dibalik itu pula, rezim melayani oligarki investasi asing, mulai tambang nikel, emas, dan lainnya. Padahal, pendugaan investasi tambang itu, kelak memisahkan wilayah NKRI: Timur, Barat, Utara, Selatan.
Investasi tambang pula yang biayai demokrasi sehingga berakibat pada sistem yang korup. Selama rezim sekarang bercokol, tambang terus produksi iklim hipokrit demokrasi. Termasuk mengamankan kepentingannya dalam pilpres 2024 mendatang.
Untuk menahan laju pertumbuhan kritik terhadap pemerintahan. UU ITE tahun 2019 (perubahan) sala satu proyek yang merusak sistem demokrasi agar sikap nepotisme, feodalis dan hipokrit itu tetap terpelihara dan berjalan.
Saya pribadi, mengalami perjalanan paling berkesan dalam hidup, proses hukum akibat pelaporan yang memakai UU ITE. Saya hadapi dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kajati DKI Jakarta hingga Mahkamah Agung.
Selama rezim ini, saya mengalami persekusi maya. Netizen busserRp itu yang berada dibawah kondektur rezim menghabisi seluruh kepribadian oposisi serta menekan mental dengan sistem teror Maya.
Kehadiran Anies Baswedan di kegiatan BEM UI adalah oase ditengah kegelapan demokrasi saat ini. Semua anggap rezim sekarang, sangar menakutkan bagi mahasiswa dan aktivis, seperti monster serigala kelaparan (sistem omnipora) UU ITE monster baru dalam iklim demokrasi yang berdampak pada nepotisme dan hipokrit.
Kehadiran Anies Baswedan dalam kuliah umum dan dialog BEM UI sala satu cara exit dari totalitarian menuju demokrasi sehat. Rezim saat ini, telah melenceng mendiagnosa sistem demokrasi. Padahal, kezaliman itu muncul faktor tidak mau menerima kritik. Selama rezim sekarang, ada ribuan laporan UU ITE. Bahkan setingkat kepala desa berani melaporkan rakyat yang mengkritik dana desa. Tentu, kades – kades itu mengikuti pola pemimpin diatasnya.
Anies Baswedan menegaskan pada sesi tanya jawab dalam kegiatan BEM UI, bahwa kesehatan demokrasi agar tidak sakit, maka pemimpin harus mendengar dan menerima kritik tanpa menghakimi rakyat.
Inilah, harapan kita semua. Anies Baswedan cita – cita baru demokrasi Indonesia dalam lanskap perubahan dan perbaikan yang memahami substansi reformasi 25 tahun yang lalu. Jangan terulang lagi, rezim pemerintahan mendatang yang kerjanya menghukum dan zalim terhadap rakyat.
Pemimpin Indonesia yang lahir dari gelombang sirkulasi demokrasi harus bisa dengar kritik apabila margin eror datanya atau berselisih paham. Biasa saja. Toh, rakyat bicara bukan kapasitas pribadi. Tetapi, kritik sebagai ruang publik.
Kritik juga, tak bisa dikatakan hoaks karena pendapat itu sesuai hati nurani dan kenyataan yang dilihat (fakta realitas). Tulisan ini pun sesuai hati nurani yang mengalami perjalanan dan melihat kezaliman terjadi atas UU ITE itu.
Kedepan, apabila pemimpin masih nepotisme, kolusi, korupsi dan hipokrit, sama – sama (gotong royong) melawan kezaliman itu, agar keadilan tercipta sehingga bangsa ini tertuntun menuju negara yang sehat dan sejahtera.(*)