Penulis: Rusdianto Samawa, Menulis dari Kantor FOURBES Indonesia sebuah Lembaga Kajian, Riset dan Kebijakan Publik
_____________________
Anies Baswedan sudah menggratiskan 98 persen peserta BPJS di Jakarta. Sejak awal jadi gubernur 73% warga Ibu Kota yang miliki BPJS, namun angkanya meningkat jadi 99,9%. Mayoritas rakyat tak miliki BPJS berasal dari kelompok bawah sekitar 27%. Anies waktu itu, langsung targetkan di APBD perubahan, dikeluarkan Rp 1,3 sampai Rp 1,4 triliun, sehingga bisa menutup seluruh biaya BPJS sehingga Jakarta dalam singkat menjadi 99,9% terjamin.
Itulah rekam jejak tak ternilai yang di ingat oleh seluruh rakyat Jakarta. Kemudahan berobat dan pelayanan rumah sakit yang berkeadilan (samarata). Investasi kesehatan masyarakat, lebih penting dibanding investasi infrastruktur. Semua pembangunan fisik masa rezim Jokowi jauh dari kata sehat sebagai dampak. Malah ketimpangan yang mengangga lebar, terjadinya gap antara kaya dan miskin.
DKI Jakarta, saat dipimpin Anies Baswedan lebih mementingkan kesehatan masyarakat dan jaminan sehat, kepesertaan BPJS melebihi target RPJMN 2024, yaitu capai 98 persen dari total penduduk DKI Jakarta. Jumlah peserta BPJS capai 11.038.832 jiwa pada April 2021 dan pada Desember 2021 pula, APBD DKI Jakarta tanggung pembayaran BPJS sebesar 4,7 juta peserta atau setara 40 persen dari total peserta BPJS di DKI Jakarta.
Anies Baswedan masa itu, semacam penyelamat muka rezim pemerintahan sekarang, karena memiliki program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) untuk penduduk miskin yang mendapat kritik tajam dari rakyat. Peserta JKN-KIS yang miliki kartu BPJS sebagai penerima bantuan iuran (PBI) ABPN) sekitar 96,7 juta jiwa.
Karena jumlah kunjungan ke layanan kesehatan peserta BPJS PBI pada 2022 capai 236,9 juta, lampaui kunjungan peserta BPJS non-PBI yang hanya 162,7 juta. Untuk peserta BPJS PBI APBD, jumlahnya 37 juta jiwa. Jadi, total peserta BPJS PBI APBN -APBD capai 133,7 juta jiwa. Peserta aktif BPJS per 2022 sebanyak 204,37 juta jiwa. Artinya, peserta BPJS PBI APBN capai 47,3 pesen dan peserta BPJS PBI APBD capai 18,1 persen.
Tentu cara kerja Anies Baswedan meraih capaian dan kepuasan dari rakyat, tidak terlepas dukungan dari satuan kerja birokrasi dibawah komandonya, seperti Dinas Kesehatan, Disnaker, Dinsos, Dukcapil dan Diskominfo, untuk memastikan setiap peserta yang terdaftar miliki NIK yang valid. Anies telah terbukti bahwa urusan rakyat tak boleh timpang, harus adil, bijaksana, progresif, inovatif, terbuka dan pelayanan setara bagi semua rakyat baik domisili Jakarta maupun luar Jakarta. Bahkan, kembangkan aplikasi Gawai untuk mudahkan pelayanan.
Majunya Anies Baswedan berpasangan Muhaimin Iskandar pada kontestasi Pilpres 2024 merupakan harapan baru rakyat. Tawaran pasangan perubahan ini, tentu lebih dipercaya ketimbang harapan itu dicantolin kepada pasangan lain, dalam pilpres mendatang. Pasalnya, pasangan lain tak ada bukti kemampuan urus rakyat secara adil dan merata.
Modal sosial Anies sangat besar. Sala satu, prestasi capaian Universal Health Coverage (UHC) di Jakarta. Tentu tidak terlepas dari visi – misinya selama pimpin Jakarta, yaitu jadikan Jakarta sebagai kota aman, sehat, cerdas, berbudaya, dan perkuat nilai-nilai keluarga serta memberi ruang kreativitas melalui kepemimpinan yang melibatkan, menggerakkan dan memanusiakan.
Menurut Anies sendiri, bahwa kebutuhan dasar manusia adalah kesehatan. Terpenuhi kesehatan yang baik, maka produktivitas penduduk pasti meningkat. Integrasi jaminan kesehatan penduduk melalui BPJS Gratis merupakan langkah strategis bagi seluruh rakyat sehingga kemudahan peroleh akses fasilitas kesehatan secara gratis karena negara harus menanggungnya.
Beberapa hari lalu, sela – sela kampanye di Jambi dan Kepri, Anies utarakan gagasan pelayanan BPJS Gratis untuk menjadi lebih baik. Kedepan, secara bersama perbaiki masalah mendasar yang emergency. Anies akan tuntaskan BPJS secara nasional. Apalagi saat ini, sangat bermasalah dan bebani rakyat.
Anies melihat dan amati, pemerintah tak yakin kelola BPJS secara baik. Evaluasi pelayanan kesehatan di Indonesia harus dilakukan, khususnya pengguna BJPS sering kali dirasakan lebih rendah dibandingkan non-BPJS. Padahal semua rakyat berhak dilayani kesehatan secara baik dan berkualitas. “Jadi kalau datang ke tempat pelayanan kesehatan pulangnya itu bersyukur. Bukan datang, pulangnya malah makin sakit, makin miskin. Ya berat itu.” Kata Anies saat hadiri Deklarasi Desak Anies di Riau Pekanbaru (16/12/23).
Anies berkata “telah menyiapkan solusi sistem yang tidak merugikan bagi semua pihak. Kita perlu berbicara dengan dokter, pengelola rumah sakit, tenaga kesehatan kemudian pasien dan pemerintah baik pusat serta daerah. Duduk bersama, menata ulang sistemnya, supaya BPJS bisa gratis dan pelayanan bagus. Tentu, merangkul seluruh pihak, tak lupa memikirkan tekanan besar yang dihadapi dokter dan perawatnya. Kalau tidak duduk bersama, hanya diputuskan sepihak oleh BPJS atau Kementerian Kesehatan maka tidak akan hasilkan solusi yang baik.” Kata Anies.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, penduduk yang memiliki BPJS Kesehatan pada tahun 2021 sebanyak 235,71 juta (60,49%). Pada 2022 totalnya capai 248,77 juta. Pada 2022 setara 90,34% dari total penduduk Indonesia 275,36 juta. Dari jumlah tersebut hanya 20,03% yang merupakan peserta BPJS Kesehatan mandiri (non Penerima Bantuan Iuran – PBI). Sisanya, sebanyak 38,46% adalah peserta PBI. Sementara, per 1 Sept 2023, BPJS mencatat jumlah peserta JKN capai 262.865.343 atau setara 94,64 persen jumlah penduduk Indonesia. Kedepan, berharap capai 99,9 persen dari total penduduk pada akhir 2023. (Data Books, 2023)
Beberapa Provinsi yang kepemilikan BPJS Non BPI yang relatif tinggi, seperti Provinsi Kepri capai 49,08%, Kaltim capai 45,69%, Kaltara sebesar 38,62%, Kepulauan Bangka Belitung 33,44%, DKI Jakarta 31,66%, Bali sebesar 31,38%, Sulut sebesar 27,39%, Banten sebesar 27,39%, Kalsel capai 27,37% dan Daerah Istimewa Yogyakarta capai 26,54%. (Kemenkes, 2023)
Kemudian, Jawa Barat, per Agustus 2022 baru 88,83 persen (sekitar 42,53 juta jiwa) dari total penduduk Jawa Barat yang menjadi peserta BPJS. Dari jumlah itu, peserta PBS PBI APBD-nya ada 4,83 juta jiwa, hanya sekitar 11,3 persen dari tota peserta BPJS di Jawa Barat. Lalu, data Provinsi Sulawesi Tengah, sebanyak 2.720.942 jiwa (91,63 %) dari jumlah penduduk telah memiliki jaminan BPJS kesehatan, angka ini diatas rata-rata nasional. (JKN, 2023)
Kemudian, mencermati data Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tentang data peserta JKN KIS Tahun 2021 – 2023 berjumlah 2.940.970 jiwa. Data tersebut jika ditambahkan dengan data APBD I sejumlah 147.641 jiwa dan APBD II sejumlah 313.853 jiwa, maka total jumlah kepesertaan Jaminan Kesehatan yang dibayarkan oleh pemerintah sebanyak 3.402.433 jiwa. Dari data diatas, jika disandingkan basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) merupakan basis data kepesertaan PBI JK berjumlah 2.953.740 jiwa, maka jumlah kepesertaan PBI JK telah melampaui jumlah DTKS yang ada. (Pemprov, NTB 2023).
Selain itu, ada tiga provinsi di Indonesia yang cakupannya di bawah 90 persen, diantaranya: Kalbar 84,81%, Jambi 85,92%, dan Sumut 88,63%. Dari 514 Kab/Kota, terdapat 24 Kab/Kota yang cakupannya dibawah 80%, diantaranya Kab. Pulau Talibau baru capai 56% dan Halmahera Selatan Malut masih 62%. Begitupun Jawa Timur, masih ada 9 Kab/Kota yang cakupannya masih di bawah 80 persen yakni Jember, Blitar, Tulungagung, Banyuwangi, Ponorogo, Trenggalek, Lumajang, Tuban, dan Pacitan. (BPJS Kesehatan, 2023).
Data diatas dimasing – masing provinsi, menunjukkan tingginya harapan akan BPJS Kesehatan dan tenaga kerja. Namun, pemerintah malah menaikkan iuran BPJS demi mengambil untung dari jumlah kepemilikan BPJS. Sebagaimana Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020, pemerintah berikan subsidi kepada Pekerja Mandiri dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang menjadi peserta Kelas 3. Subsidi tersebut sejumlah Rp16.500/orang sehingga peserta kelas 3 tidak mengalami kenaikan iuran, tetap perbulan sejumlah Rp25.500/orang. Jumlah kategori ini tercatat sebanyak 21,6 juta jiwa. Sedangkan peserta BPJS PPU golongan pekerja penerima upah, baik bekerja di perusahaan maupun PNS/TNI/Polri. Untuk pekerja penerima upah, iuran akan ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.
Perpres 64 Tahun 2020 itu, dasar menaikkan bahwa kenaikan iuran BPJS yang terbaru adalah untuk perbaiki struktur iuran dan tingkatkan kepatuhan pembayaran iuran. Sebagaimana diketahui bahwa telah terjadi defisit dalam pelaksanaan JKN selama ini. Sejak tahun 2014, setiap tahun program JKN selalu mengalami defisit.
Berdasarkan data yang ada, sebelum memperhitungkan intervensi pemerintah baik penyertaan modal negara maupun bantuan APBN, besaran defisit JKN masing-masing Rp1,9 triliun (2014), Rp9,4 triliun (2015), Rp6,7 triliun (2016), Rp13,8 triliun (2017), dan Rp19,4 triliun (2018) dan seterusnya mengalami kenaikan pembayaran iuran. Penyebab utama terjadinya defisit program JKN yang sudah terjadi sejak awal pelaksanaannya adalah besaran iuran yang underpriced (di bawah harga aktual) dan adanya ketidakpatuhan pada peserta mandiri. (Kompas, 2022)
Data membuktikan bahwa banyak peserta mandiri yang tidak disiplin membayar iuran. Pada akhir tahun anggaran 2019, tingkat keaktifan peserta mandiri hanya 55,5 persen. Artinya, 45,5 persen dari peserta mandiri tidak disiplin membayar iuran alias menunggak. Sejak 2016 – 2019, besar tunggakan peserta mandiri ini mencapai sekitar Rp22,7 triliun. Sementara itu, tingkat klaim dari peserta mandiri lebih besar daripada iuran yang dibayarkannya. Sepanjang 2018, total iuran dari peserta mandiri (Pekerja Bukan Penerima Upah) adalah Rp8,9 triliun, namun total klaimnya mencapai Rp27,9 triliun. (Kompas, 2023)
Bagi Anies kedepan, rakyat tak boleh lagi membayar BPJS. Negara harus menanggung resikonya untuk kehidupan rakyat. Tentu Anies memiliki hitungannya sendiri berdasarkan pengalaman selama memimpin DKI Jakarta. Sebaliknya, Jokowi selama menjadi presiden tak pernah menurunkan iuran BPJS. Malah menaikkan.
Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar (Pasangan AMIN) pada pilpres 2024, memberi harapan perubahan, bahwa kesehatan merupakan tanggung jawab konstitusi yang harus dipenuhi pemerintah dan dialokasikan anggaran untuk membiayai program BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Tentu rakyat bisa nikmati secara gratis. AMIN.(*)