Delegasi Terpukau Bali saat Kunjungan Wisata Akhir World Water Forum ke-10

0
868

Bali – batamtimes.co – Menutup rangkaian World Water Forum ke-10 di Bali, delegasi dan peserta diajak berwisata atau field trip ke tiga tempat yaitu Museum Subak, Danau Batur, dan Desa Wisata Jatiluwih.

Ketiga tempat itu menggambarkan bagaimana masyarakat Bali memperlakukan dan mengelola air dalam kehidupan sehari-hari.

Museum Mandala Manthika (dulu bernama Museum Subak) di Kabupaten Tabanan, Bali pada Sabtu (25/5/2024) misalnya, delegasi diperkenalkan dengan koleksi peralatan pertanian tradisional hingga modern berikut sejarahnya, tertata rapi sehingga bisa memberikan pengetahuan bagaimana tata kelolanya yang terus mengikuti perkembangan zaman tanpa mengganggu alam.

Salah seorang peserta field trip dari Global Water Partnership Swedia Yumiko Yasuda mengaku sangat terinspirasi dengan sistem irigasi Subak di Bali.

“Saya ingin mempelajari lebih jauh bagaimana masyarakat Bali melakukannya, apalagi ini terkait dengan budaya dan agama,” ucapnya.

Dikelola oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Tabanan, Mandala Manthika merupakan museum khusus tipe A yang dipelopori dan digagas oleh Gubernur Bali periode 1978-1988 Dr. Ida Bagus Mantra. Setelah diresmikan pada tahun 1991, museum ini direstorasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2023 dan selesai pada 2024, menjelang perhelatan World Water Forum ke-10.

Ni Nyoman Mirahwati, pemandu Mandala Manthika menyampaikan, museum ini menyimpan berbagai koleksi alat pertanian dari berbagai sejarah peradaban manusia yang dibagi menjadi tiga seksi.

Gunung Batur.

Sementara peserta asal Nepal Santosh dibuat kagum melihat kemampuan para petani yang tetap produktif dengan keterbatasan air.

Menampi Beras di Jatiluwih

Lain lagi dengan peserta dan delegasi yang berkunjung ke Desa Wisata Jatiluwih yang langsung ikut menampi beras sekaligus menyaksikan beragam tanaman Anggrek dan Kaktus.

Sebelum memasuki area, rombongan disambut puluhan perempuan asli Jatiluwih, berbaris  di kanan dan kiri jalan. Para perempuan berbaris menyambut para peserta, sambil menari Tari Metangi.

Manager Desa Wisata Jatiluwih, John K Purna mengatakan, Tari Metangi ini mencerminkan semangat baru. Arti Metangi ini dalam bahas Bali maupun bahasa Indonesia adalah bangun, sehingga sambutan tari ini diharapkan menjadi semangat bagi masyarakat Bali dan dunia untuk mempertahankan keberlangsungan air bagi kehidupan.

“Semua penari adalah warga Jatiluwih. Kami ingin mempersembahkan yang terbaik untuk para peserta field trip World Water Forum ke-10. Semua warga dan aparat desa di sini diterjunkan. Kami senang sekali pesertai berkunjung ke sini,” jelasnya.

Setelah disambut tarian, sejumlah peserta terlihat antusias ikut mencoba untuk menampi beras bersama ibu-ibu masyarakat setempat. Sesekali mereka nampak tertawa bersama terutama saat beberapa peserta canggung dan merasa kesulitan melempar serta menangkap kembali butiran beras-beras saat menampi.

Menampi merupakan cara membersihkan (beras, padi, kedelai, dan sebagainya) dengan menaruh sejumlah beras di taruh tampah (serupa nampan berbentuk bulat terbuat dari anyaman bambu), lalu melakukan gerakan turun-naik sebagai cara untuk memilah beras yang kurang baik.

“Jangan sampai tumpah berasnya, ya, kalau lagi dilempar-lempar, ya,” kata ibu dari warga Jatiluwih, yang tengah mengajari salah peserta.

Selama perjalanan di persawahan terasering Jatiluwih, yang tengah tumbuh padi beras merah lokal Cendana, peserta sangat kagum dan mengabadikannya dengan kamera sambil berswa foto. Sawah terasering ini menerapkan sistem subak yang dalam prosesnya melalui 15 tahapan upacara adat Bali setiap musim tanam datang. Subak Jatiluwih memiliki luas 303 hektar dan yang efektif ditamani padi seluas 227 hektare.

Keseluruhannya ada 225 jenis tanaman, termasuk sukulen dan kaktus, paling tua usianya 50 tahun. Nah, yang paling unik adalah Golden Bowl. Tanaman di Taman Anggrek ini ada yang dari Meksiko, Jerman, Belanda, dan Amerika Serikat. Ada juga yang sampai saat ini belum diketahui identitasnya dan masih dalam tahap penelitian,” jelas Putu Edi Sutama, petugas Kebun Raya Bali, kepada beberapa peserta sambil berkeliling melihat-lihat tanaman.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here