batamtimes.co,Jakarta – Luna Maya dan Cut Tari belum bisa bernapas lega. Dugaan pelanggaran asusila yang menjeratnya delapan tahun silam dinyatakan belum berakhir oleh pengadilan.
Selasa (7/8/2018), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan dari kasus yang berawal dari video mesum yang melibatkan dua pesohor itu.
Praperadilan diajukan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), pada Juni 2018. Pemohon melihat tidak ada kejelasan dari perkara yang turut menyeret musisi Nazriel Irham alias Ariel mencicipi dinginnya jeruji bui selama 3,5 tahun.
Luna Maya dan Cut Tari pertama kali ditetapkan tersangka pada 9 Juli 2010 karena melanggar Pasal 282 KUHP tentang Perbuatan Asusila dengan ancaman hukuman penjara satu tahun enam bulan.
Dengan putusan hari ini, maka Luna Maya dan Cut Tari masih akan menyandang status tersangka sampai batas waktu yang belum diketahui.
Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho mengatakan penyidik telah berbuat zalim kepada dua tersangka. Pasalnya dari dokumen penyidik yang ditunjukkan kepadanya terlihat bahwa penyidikan terakhir dilakukan pada 4 Agustus 2010.
“Apakah ini suatu kelalaian? Apapun itu, terlepas kelalaian atau kesengajaan, jika setelah 4 Agustus 2010 tidak ada kegiatan, ya dihentikan saja,” kata Kurniawan dalam laporan Antaranews.
Sebaliknya, Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen M Iqbal mengaku tidak memiliki kendala dalam penyelesaian kasus Luna Maya dan Cut Tari. Hanya saja, setiap kasus memiliki tingkat kesulitannya masing-masing.
“Setiap kasus itu kan nggak boleh dipukul rata. Semua ada tingkat kesulitannya, banyak kasus yang belum terungkap,” kata Iqbal kepada detikcom, Senin (6/8/2018).
Pernyataan lain pun muncul. Sebenarnya berapa lama status tersangka bisa disandang seseorang?
Kurniawan berargumen, untuk perkara yang ancaman hukumannya di bawah tiga tahun, batas maksimal penetapan tersangkanya adalah enam tahun dari peristiwa, bukan dari awal penyidikan.
Namun, analisis Hukumonline.com yang mengacu pada pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menerangkan hal berbeda.
Pasal 1 angka 15 KUHAP menyebut lamanya seseorang menyandang status tersangka akan sangat bergantung dari berapa lama proses penyidikan yang dijalankan.
Jika penyidikan telah selesai dan berkas perkara telah disidangkan di pengadilan, maka status orang tersebut berubah menjadi terdakwa.
Status tersangka juga bisa hilang jika penyidikan atas perkaranya berhenti, tanpa harus berkasnya diserahkan ke pengadilan. Hal tersebut merujuk Pasal 109 ayat 1 KUHAP.
Sementara, menurut Pasal 76 ayat 1 Perkapolri 14 tahun 2012 yang juga merujuk Pasal 109 ayat 2 KUHAP, penghentian penyidikan bisa dilakukan jika tidak terdapat cukup bukti, perkara bukan tindak pidana, dan demi hukum.
Beberapa hal yang termasuk batal demi hukum antara lain, tersangka meninggal dunia, perkara telah kedaluwarsa, pengaduan dicabut (khusus delik aduan), dan tindak pidana telah memiliki kekuatan hukum tetap (nebis in idem) melalui putusan pengadilan.
Jika penyidikan dihentikan, maka penyidik kepolisian wajib mengirimkan surat pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3) kepada pelapor, jaksa penuntut umum, dan tersangka atau penasihat hukumnya.
Tapi perlu diketahui, jika penyidikan dihentikan, bukan berarti sebuah kasus bisa benar-benar selesai. Sebab, SP3 tidak melalui proses putusan pengadilan, sehingga tidak termasuk dalam kategori nebis in idem.
Oleh karenanya, jika penyidik kepolisian menemukan bukti baru terhadap kasus tersebut, maka bukan tidak mungkin sebuah perkara dibuka kembali penyidikannya dan status tersangka yang sebelumnya hilang, bisa kembali lagi.
(red/berbagai sumber)