Oleh: Ir. Petra Paulus Tarigan Sibero MM, MBA
Dosen Senior di UNRIKA
Ketakutan…keraguan.. Itulah suasana yang terjadi di pemerintahan saat ini. Bagaimana tidak ketakutan hampir semua pejabat daerah di seluruh provinsi ragu mengerjakan proyek-proyek pemerintah sesuai anggaran 2015. Realisasi APBN 2015 hasilnya sangat memprihatinkan, buktinya sampai Agustus serapan APBN baru mencapai 20 persen.
Selain APBN yang mengalami pelemahan serapan, APBD juga mengalami hal yang sama. Menurut Ketua Umum Badan Pengurus Harian Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Bahlil Lahadalia, di Jakarta, Minggu (23/8/2015), lanjutnya: “Saat ini APBD lebih banyak mengendap di lembaga keuangan sebab kepala daerah dan dinas-dinas sebagai kuasa anggaran ketakutan menghadapi kriminalisasi. Akibatnya tidak ada pihak yang berani mengambil keputusan terhadap semua tanggung jawab proyek yang ada, sebab utamanya kepala daerah minim perlindungan hukum.”
Padahal sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkirakan penyerapan anggaran tahun 2015 akan meningkat pesat pada Juni-Juli 2015 sejalan dengan pelaksanaan berbagai program yang ditetapkan. Untuk itu Presiden Joko Widodo memanggil seluruh kepala daerah setingkat gubernur didampingi Kapolda dan Kajati ke Istana Negara di Bogor, Jawa Barat, Senin (24/8/15). Rapat koordinasi tersebut juga melibatkan beberapa Lembaga Negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Rapat tersebut guna mencari jalan keluar rendahnya penyerapan anggaran sepanjang 2015 dan merata di seluruh Indonesia. Ini menjadi beban besar Pemerintah mengatasi rendahnya serapan anggaran APBN kita baru 20 persen, di satu sisi kita sudah memasuki akhir Agustus, belanja modal baru 20 persen. Jokowi mengingatkan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan menggenjot belanja pemerintah, baik melalui APBN, APBD, BUMN, belanja swasta, nasional, dan asing. Di sisi lain, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta, Senin (24/8/2015) pagi bergerak melemah sebesar 122 poin menjadi Rp14.038 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.916 per dolar AS.
Periuk Nasi Pemerintahan Pusat sedang diuji. Disaat Pemerintah memulai kabinetnya dengan Samurai HUKUM MENGIBARKAN BENDERA PERANG TERHADAP KORUPSI dengan me-revitalisasi Lembaga Maruah Pemberantas Korupsi KPK, di sisi lain Kepolisian semakin Bertenaga diesel melalui Badan Bareskrim siap menciduk Pejabat-pejabat yang terlibat aliran dana korupsi. Pedang sudah dihunus dari sarungnya, tentu saja sasaran utamanya kepada Pejabat2 Kelas I kepala daerah baik Gubernur, Bupati dan Walikota bahkan sampai kepada Pejabat Eselon 2 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pengguna Anggaran tentu saja merasa terancam dan sangat mungkin dikriminalisasi?
Bagaimana tidak rekanan pemenang dari proyek pengguna anggaran biasanya adalah Para Perusahaan Titipan Anggota Dewan. Dewan dalam hal ini merangkap fungsi agen ganda, disatu sisi bertugas mengawasi mensupervisi pelaksanaan penggunaan anggaran, disisi lain melaksanakan proyek pekerjaan melalui orang-orang suruhannya. Dewan yang mengatur Proyek dan menikmati hasilnya, tetapi Kepala Dinas atau Kepala Satuan Kerja Pengguna Anggaran yang harus menerima tanggung jawab apabila diendus terjadi kebocoran bahkan adanya tindak korupsi. Inilah menjadi permasalah utama yang dihadapi hampir di setiap daerah termasuk di wilayah Provinsi Kepri. Contoh pelaksanaan Pengadaan Alat-alat Kesehatan (ALKES) bukan rahasia umum lagi di setiap Kota Kabupaten di Kepri seperti Kota Batam, Kabupaten TB Karimun, Kabupaten Bintan, Tanjung Pinang menjadi rawan kriminalisasi kepada Pejabat Kepala Rumah Sakit Daerah. Walaupun sudah diterapkan system on line berupa tender/lelang elektronik, peluang terjadi penyalahgunaan tetap ada.
Memang diakui Keterlambatan penyerapan anggaran belanja daerah itu, memang terkait dengan pembenahan secara mendasar yang tengah dilakukan dalam rangka mengeliminir terjadinya tindak pidana korupsi. Contoh memverifikasi calon penerima dan menentukan calon lokasinya, menyamakan persepsi perlu dilakukan pertemuan antara pihak pelaksana kegiatan (PPTK) dengan aparat penegak hukum dan aparat pengawasan, seperti Kepolisian, Kejaksaan, BPK dan BPKP. Disamping factor Kriminalisasi dan minimnya payung hukum bagi Pejabat Pengguna Anggaran, ada bermacam penyebab yang menimbulkan seretnya penyerapan anggaran di daerah, yakni: 1). adanya kegamangan aparat pengelola anggaran di tingkat instansi, 2). lambatnya proses tender, 3). lambatnya pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran, 4). kurangnya SDM yang bersertifikat, sampai dengan: 5). kelemahan dalam perencanaan awal, 6). kelemahan dalam sistem pengendalian intern di bidang pengadaan barang dan jasa.
Yang pasti harapan Presiden dan seluruh rakyat Indonesia agar perlambanan ekonomi segera diantisipasi. “Semua harus sama, jangan sampai sudah diberikan garis, masih ada yang keluar garis,” ditegaskan Jokowi.(*)