batamtimes.co,Jakarta-Melemahnya rupiah terhadap kurs dolar Amerika hingga menembus angka Rp 14.000 membuat sejumlah pemilik dolar di wilayah kota administrasi Jakarta Utara mengeluhkan tingginya kenaikan harga barang dan jasa yang di import langsung dari luar negeri.
Salah satunya yakni Handi (36) warga Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang mengeluhkan naiknya biaya untuk sekolah yang menggunakan jasa guru internasional meskipun biayanya di konversi ke rupiah.
“Memang sekarang sudah tidak boleh ada sekolah internasional yang mengenakan biaya dengan kurs dolar, tapi tetap saja patokan tarifnya didasarkan pada US dolar,” ujar Handi, Selasa (25/8) siang saat sedang menukarkan uang dolar Amerikanya di salah satu pedagang Valuta Asing di Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading.
Ia memberi contoh apabila selama ini untuk satu tahun tingkat pendidikan bisa menghabiskan uang sebesar Rp 80 juta, maka dengan adanya pelemahan nilai rupiah bisa meningkat menjadi diatas Rp 100 juta.
“Kalau dulu misalkan kita tukarkan 10 ribu dolar Amerika bisa untuk membiayai anak sekolah selama setahun, biaya travelling, dan belanja peralatan elektronik, sekarang paling sudah habis dalam kurun waktu setengah tahun saja,” tambahnya.
Sementara itu, Noviola (58), Warga Kelapa Gading Barat yang memiliki usaha jual-beli komputer di ruko elektroniknya di Jalan Boulevard Raya juga mengaku omsetnya berkurang drastis hingga 30 persen akibat pelemahan harga rupiah.
“Pembeli banyak yang menunggu harga kurs rupiah kembali menguat sebelum membeli barang elektronik yang mereka inginkan, kalaupun dia masih membeli unit elektronik itu dengan cicilan kartu kredit,” kata Novi.
Ia berharap agar pemerintah bisa menguatkan kembali nilai tukar rupiah sesuai harga fundamentalnya dan mengendalikan berbagai harga komoditas bahan pokok yang semakin bergerak liar dan tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah.
“Kalau dihitung-hitung jelas kita bukan ambil untung, tapi ya kalaupun dapat nilai rupiah yang agak lebih sedikit dibandingkan kurs minggu lalu ya langsung tertutup dengan kenaikan harga sekarang ini,” tuturnya.
Beda lagi dengan Rendi (32), salah satu pengusaha restoran steak di salah satu derertan Ruko di Jalan Boulevard Raya juga merasakan dampak ketidakstabilan harga rupiah.
“Harga daging import yang kita datangkan langsung dari Australia dan New Zealand jelas ikut terkerek naik, untuk menutupi kerugian kita terpaksa menaikan sebesar 10-15 persen harga per porsi sajian yang berkisar Rp 90.000 hingga Rp 200.000,” kata Rendi.
Menurutnya, dampak dari kenaikan tarif tersebut langsung terasa dari berkurangnya jumlah pelanggan yang datang berkunjung ke restorannya untuk menyantap steak ataupun menu variasi lain yang masih menggunakan bahan baku daging sapi impor.(net/berita satu)