Virus flu babi tidak ditemukan di Indonesia

0
477

Jakarta –  Virus flu babi baru (G4 EA H1N1) tidak ditemukan di Indonesia. Informasi ini didasarkan pada hasil surveilans dan analisis genetik yang dilakukan oleh Balai Veteriner Medan dan Balai Besar Veteriner Wates.

Dari beberapa sampel virus flu babi yang pernah ditemukan di Indonesia, terbukti berbeda dengan virus flu babi baru (G4 EA H1N1). Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan di Indonesia, berdasarkan data dan informasi di Kementan, virus flu babi baru G4 EA H1N1 ini belum pernah ditemukan di Indonesia.

“Kami telah membuat Surat Edaran tentang Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Galur Baru Virus Flu Babi H1N1 (G4 EA H1N1). Surat edaran ini mengajak semua pihak terkait untuk meningkatkan kerjasama, mewaspadai, dan menyiapkan rencana kontingensi kemungkinan masuk dan munculnya G4 EA H1N1 di Indonesia,” katanya dalam seminar online yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian pada Jumat (10/7).

Seminar online ini diikuti oleh peserta dari berbagai lapisan masyarakat yang berminat dan berjumlah lebih dari 7000 orang. Tujuannya adalah untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang virus flu babi baru H1N1 (G4 EA H1N1), cara pencegahan dan pengendaliannya.

Diharapkan kegiatan ini juga akan meningkatkan kewaspadaan jajaran Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat dalam antisipasi terjadinya penyebaran virus flu babi baru di Indonesia.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan dr. Achmad Yurianto mengatakan pemerintah berkewajiban memberikan informasi yang tepat tentang virus flu babi yang baru ini untuk meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan, baik bagi para petugas kesehatan dan kesehatan hewan, juga untuk masyarakat umum.

Ia juga menyambut baik kegiatan kolaborasi antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian melalui pendekatan “One Health” dalam upaya mencegah penyakit zoonosis.

“Kita terus lanjutkan dan perkuat kerjasama One Health yang sudah berjalan baik dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan koordinasi dari Kemenko PMK,” kata dr. Achmad.

Kementerian Kesehatan juga telah menerbitkan Surat Edaran tentang Kewaspadaan Terhadap Galur Baru Virus Flu Babi H1N1 (G4 EA H1N1) yang disampaikan kepada seluruh Dinas Kesehatan Provinsi dan satuan kerja kesehatan terkait lainnya di seluruh Indonesia.

Salah satu nara sumber dalam seminar online Prof Tjandra Yoga Adhitama, yang merupakan Direktur CDC WHO SEARO, Direktur Kesehatan Hewan, Kepala Pusat BDTK Litbangkes, mengatakan Indonesia sudah memiliki modal melalui pembelajaran pandemi flu babi dan flu burung sebelumnya, sehingga surveilens dan jejaring laboratorium yang sudah ada menjadi modal untuk antisipasi adanya ancaman pandemic baru.

“WHO sendiri terus melakukan monitoring terhadap perkembangan G4 ini sendiri karena sebenarnya virus H1N1 G4 ini dilaporkan sejak tahun 2016 dan CDC juga terus melakukan monitoring terhadap pekembangan virus tipe G4 ini. Yang penting kita tetap melakukan kewaspadaan dan tindakan pencegahan mulai dari hulu, yaitu pencegahan pada hewan khususnya babi,” ucap Prof Tjandra.

One Health

Dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau penyakit zoonosis, dilaksanakan pendekatan One Health. Pendekatan One Health melibatkan kementerian/ lembaga terkait.

Pendekatan One Health sudah diterapkan sejak lama di Indonesia dan telah berjalan dengan baik. Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selalu bekerjasama di bawah koordinasi dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan .

Ada beberapa hal yang perlu diwaspadai dan disikapi dengan tepat terkait dengan zoonosis, yaitu :
(1) Zoonosis cenderung menimbulkan mortalitas tinggi pada hewan dan manusia, sehingga berakibat negatif pada kehidupan, keselamatan, perekonomian, serta kesejahteraan manusia.
(2) Dewasa ini, ancaman penyakit infeksi emerging meningkat dalam skala global dengan munculnya hotspot zoonosis di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
(3) Dengan semakin derasnya arus globalisasi informasi, perdagangan dan transportasi, maka mobilitas orang, hewan, barang dan alat angkut lintas negara semakin intens. Seakan-akan tidak ada lagi batas nasional antara negara. Keadaan ini berdampak pada semakin mudahnya penularan dan penyebaran penyakit menular, termasuk zoonosis. Akibatnya, zoonosis juga berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMD) atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
(4) Penularan zoonosis dapat terjadi dari hewan domestik atau pets, dari hewan ternak, dan dari satwa liar ke manusia. Penularan seperti ini disebut spillover. Manusia, sebagai inang baru zoonosis tertentu, dapat menjadi semacam amplifier penularan dari manusia ke manusia secara cepat. Bahkan selanjutnya zoonosis tersebut dapat menyebar lintas negara ke seluruh dunia. Keadaan ini juga berpotensi menimbulkan terjadinya Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMD) atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
(5) Zoonosis tertentu, seperti Antraks, pernah dilaporkan digunakan sebagai senjata biologis dan disalah-gunakan untuk tujuan bio-terorisme.
(6) Pemerintah bersama masyarakat saat ini memberikan perhatian khusus pada zoonosis tertentu yang merupakan masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia serta mempunyai tehnologi intervensi yang layak, efektif dan efisien untuk dilaksanakan, yaitu : Rabies, Flu Burung, Leptospirosis, Antraks dan Pes.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here