batamtimes.co , Batam – Siang itu Rabu (12/10/2016) begitu terik matahari, seorang bapak jalan dari Lantai 2 Gedung BP Batam turun kelantai dasar,sedikit terengah-engah langkahnya,peluh keringat terlihat membasahi dahinya.
Setumpuk Map dan Amplop ditangan,serta tas ransel dipundaknya penuh dengan arsip pengurusan lahan.
Dialah Jamaludin (60) seorang pengusaha Properti,sambil menyapa membuka percakapan,Jamaludin langsung berkata,susah pengurusan lahan di BP Batam.Jika memang untuk menjadi lebih baik kita pengusaha pasti dukung,tapi jika aturaan yang dibuat menyusahkan bagamana nantinya.?
Jamaludin menambahkan,dan untuk tarif baru Uang Wajib Tahunan Otorita Batam (UWTO) yang diatur dalam PMK 148 tahun 2016 pengusaha dipastikan banyak yang gulung tikar .Tarif UWTO selangit mau jual berapa lagi rumah.
“Ada kenaikan 30 persen UWTO Lama ke UWTO baru, akan diberlakukan sesuai dengan PMK tersebut.”katanya kepada www.batamtimes.co Rabu
Lebih jauh dikatakan Jamal,UWTO tarif lama untuk permukiman di wilayah Nagoya hanya Rp 51 ribu per meter persegi per 30 tahun. Jika disimulasikan, UWTO yang harus dibayar untuk rumah di Nagoya dengan luas tanah 250 meter persegi adalah Rp 51.000 x 250 = Rp 12.750.000.”
Sedangkan tarif baru UWTO untuk permukiman disebutkan antara Rp 17.600 hingga Rp 3.416.000.
Jika dihitung nilai tengahnya saja , maka angka Rp 1.708.000 akan tertera pada UWTO baru untuk wilayah Nagoya.
Dengan angka tersebut, maka simulasi penghitungan UWTO untuk rumah di Nagoya dengan luas tanah 250 persegi adalah Rp 1.708.000 x 250 = Rp 427.000.000.
“Naik 30 kali lipat dibandingkan UWTO sebelumnya.”katanya
Kembali Jamal mengatakan,Jika saja harga rumah dulu untuk wilayah Nagoya hanya Rp 350 juta type 36/72,maka harga rumah baru dibangun untuk wilayah Nagoya dengan model tariff UWTO yang baru harga rumah bisa mencapai 1 miliar.
“dengan harga 1 Miliar tersebut mana ada yang mau beli rumah dengan Type 36/72,” ujarnya
Perihal senada juga dikatakan,Husni warga yang tinggal di Perumahan dotamana,Tarif UWTO yang baru tidak memikirkan masyarakat ekonomi lemah.Jika seperti ini pulang kampung saja.
Dikatakan Husni, tinggal di Batam tidak ada yang dapat dimiliki seutuhnya,rumah harus dibayar kembali setelah 30 Tahun tinggal di Perumahan.Dan untuk warga perumahan Dotamana harus kembali kecewa,karena mau perpanjang UWTO .
“Perumahan yang dihuni warga rata-rata harus diperpanjang tahun 2021.Berarti warga harus membayar dengan Tarif UWTO baru yang ditetapkan sesuai aturan menkeu yang baru,”katanya
Diterangkan Husni,jika tarif perpanjangan mencapai Rp 1.708.000 permeter untuk Type 36/72 perumahan Dotamana, setiap rumah tangga harus membayar 1.708.000 x 72 meter = 122.976.000.
“berarti Tahun 2021 setiap warga Dotaman harus membayar 122.976.000,harga yang cukup fantastic.Bagaimana membayarnya mencapai ratusan juta ,harga rumah saja dulu saya beli hanya Rp 80 juta,”terangnya
Perbandingan yang sama juga berlaku untuk UWTO lahan dengan peruntukan lainnya. Seperti komersil, jasa, pariwisata, fasilitas umum, dan lainnya. Sebab kenaikan tarif UWTO berlaku untuk semua jenis peruntukan lahan.
Informasi dan isu seperti inilah yang membuat warga dan pengusaha resah. Untuk itu BP Batam diminta segera menjelaskan kepada publik agar ada kepastian soal besaran tarif UWTO
Badan Pengusahaan (BP) Batam akhirnya angkat bicara menanggapi ribut-ribut soal kenaikan tarif sewa lahan atau Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). BP Batam meminta warga dan pengusaha tidak panik, karena penerapan tarif baru itu akan dilakukan secara bertahap.
Deputi III bidang Pengusahaan Sarana Usaha BP Batam, Eko Santoso Budianto, mengatakan pihaknya masih akan menjabarkan tarif baru UWTO yang diatur dalam PMK 148 tahun 2016 itu dalam Peraturan Kepala (Perka).
“Ini yang sekarang sedang kami rumuskan dan dibahas secara internal melibatkan interdepartemen. Harus selesai sebelum hari Jumat (14/10) ini,” ujar Eko, Selasa (11/10).
Eko memastikan, Perka ini tidak akan menerapkan tarif maksimum atau tarif batas atas UWTO sesuai PMK 148. “Kapankah tarif maksimum akan dipakai?, belum ada yang tahu. Yang jelas tidak dalam dua tahun ke depan,” katanya lagi.
Penetapan tarif dalam Perka tersebut akan mengambil rentang angka mengacu PMK Nomor 148 Tahun 2016. Tarif yang akan ditetapkan dalam Perka ini akan berlaku untuk dua tahun pertama.
Dalam Perka ini juga akan ditetapkan tarif UWTO berdasarkan zona. Eko mengatakan, setidaknya akan ada 13 zona yang digunakan untuk membedakan tarif UWTO. Jumlah zona tersebut lebih mengerucut dibandingkan pada tarif sebelumnya yang mengenal 14 zona atau wilayah penetapan UWTO.
BP Batam juga akan membedakan antara tarif perpanjangan dengan tarif alokasi lahan yang baru. Karena lahan yang akan dialokasikan kelak meruapakan lahan siap bangun. Statusnya bebas dari berbagai persoalan seperti pendudukan oleh permukiman liar (ruli), klaim pihak ketiga, dan lainnya. Lahan tersebut juga sudah dilengkapi sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
“Statusnya clean and clear. Beda dengan alokasi dulu yang cuma nyewain koordinat,” jelasnya.
Melalui Perka itu, Eko berharap pihaknya bisa segera mensosialisasikan dasar dan teknis prosedural dari kenaikan tarif UWTO ini agar masyarakat Batam bisa memahaminya. Untuk itu, Eko meminta pengusaha dan warga bersabar dan tidak mengeluh terlebih dahulu mengenai hal ini sebelum Perka dikeluarkan.
“Begini ya, spirit dari tarif UWTO yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini adalah bagaimana supaya tidak ada revisi tarif setiap dua tahun sekali,” ungkapnya.
Menurut dia, inilah sebabnya mengapa Kemenkeu membuat tarif baru UWTO dengan batas bawah dan batas atas. Jika dilihat, memang terjadi kenaikan yang sangat fantastis. Misalnya tarif UWTO untuk lahan komersil, sebelumnya maksimal hanya Rp 93.250 per meter persegi per 30 tahun. Namun dalam tarif baru disebutkan tarif maksimal mencapai Rp 6.590.000 untuk ukuran dan waktu yang sama.
Eko menjelaskan, tarif baru UWTO tersebut digunakan untuk jangka waktu yang panjang. Sehingga Kemenkeu tak perlu lagi melakukan revisi setiap dua tahun hingga beberapa puluh tahun ke depan.
“Makanya itu dibuatlah rentang tarif,” imbuhnya.
Hanya saja kenaikan tersebut cukup disayangkan anggota dewan,Tidak hanya dewan Provinsi ,DPD RI asal pemilihan Kepri juga menyesalkan kenaikan tarif tersebut,apalagi melihat kondisi sekarang ini yang lagi susah.
Haripinto Tanuwidjaja Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kepri, mengatakan tarif UWTO sama seperti air dan listrik, menyangkut hajat hidup orang banyak. “Seharusnya peraturan mengenai pungutan dari pemerintah kepada masyarakat didiskusikan terlebih dahulu dengan masyarakat,” ujarnya.
Lembaga perwakilan seperti DPD harus diajak berdiskusi terkait peraturan-peraturan yang menyangkut daerah, karena fungsinya sebagai legislasi dan pengawasan. “PMK tentang pungutan spesifik untuk Batam sejatinya didiskusikan dengan DPD RI yang mewakili Kepri yang mencakup Batam,” ungkapnya.
Haripinto keberatan dengan kenaikan ini karena DPD tak diberi informasi apapun terkait hal ini. “Segala aturan harus ada sosialisasi, ketidakjelasan informasi bisa menimbulkan kekacauan. Komunikasi itu penting,” tutupnya.
Sementara itu,Jumaga Nadeak Ketua Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepri, meminta BP Batam meninjau kembali rencana kenaikan tarif WTO di Batam.
Pasalnya hal itu akan sangat merugikan pengusaha dan investor, bahkan masyarakat Batam sendiri.
“BP Batam itu tugasnya apa si, mereka itu tugasnya bagaimana caranya mendatangkan investor ke Batam, untuk memajukan perindustrian di Batam,”tegas Jumaga Nadeak, Senin (10/10).
Jumaga juga menegaskan, BP Batam, jangan fokus kepada bisnis lahan di Batam, banyak yang perlu diperbaiki untuk memudahkan investor masuk.
“Kalau kita lihat kenaikan WTO yang diajukan BP Batam kepada Kementerian Keuangan, bukan untuk memudahkan investor masuk ke Batam, tetapi lebih kepada menekan makelar lahan yang selama ini berkeliaran di Batam,” kata Jumaga Nadeak.
Sebagai anggota dewan kawasan Jumaga Nadeak, menuturkan sampai sejauh ini tidak mengetahui apa maksud dan tujuan BP Batam, mengajukan untuk kenaikan tarif WTO.
Bahkan Jumaga juga menuturkan tidak tahu bagaimana cara penghitungan kenaikan WTO tersebut.
“Sampai saat ini saya sebagai anggota dewan kawasan tidak pernah diundang oleh BP Batam untuk membahas kenaikan WTO tersebut,” katanya.(redaksi/btp/bd)