Batam – Ketua umum Aliansi Pencari Keadilan (Ampek) Naldy Nazar Haroen SH meminta program Prediktif, Responsibilitas, Transparan, Berkeadilan atau Presisi yang dicanangkan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo dijalankan oleh semua jajarannya.
Naldy menyebut, Kapolda dan Kapolres yang tidak trengginas dalam menjalankan Presisi Kapolri diberikan sanksi hingga pemecatan.
Naldy menduga, Polres Penajam Paser Utara kurang trengginas dalam menanggapi laporan dari masyarakat.
“Integritas Kapolri dalam menjalankan program Presisi sangat ditentukan anak buahnya. Mereka harus sinergi dengan Kapolri guna terwujudnya program Presisi itu,” ujar Naldy Haroen, Senin 17 Mei 2021.
Laporan di Polres Penajam Paser Utara itu, menurut Naldy, tertuang dalam laporan polisi nomor STPL P/14/III/2021/Reskrim tanggal 24 Maret 2021 dengan terlapor Hj Napsiah yang dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik.
Kejadian dugaan pencemaran nama baik itu, terjadi pada tanggal 8 Febuari 2021 di Pelabuhan PT ESE Kelurahan Buluminung lokasi pengerjaan pengangkatan kapan ponton Tridaya A30 Eks Labroy-36.
Dikatakan Naldy, Ampek adalah aliansi atau kumpulan masyarakat dan pengacara yang mempunya visi dan misi untuk mengkritisi setiap perbuatan dari pejabat publik serta aparat penegak hukum yang tidak memberikan ketidakadilan kepada masyarakat terutama dalam bidang hukum.
“Hal itu sesuai dengan petunjuk dari Presiden RI Joko Widodo bahwa masyarakat harus berani mengkritisi setiap pelayanan publik yang buruk dan mall adminitrasi,” jelasnya.
Apalagi, masih menurut Naldy, dalam misi Kapolri sekarang adalah akan menghilangkan image bahwa selama ini hukum tajam kebawah dan tumpul ke atas.
“Untuk Ampek berharap jajaran kepolisian sampai ke tingkat paling bawah harus bisa menterjemahkan visi dan misi Kapolri tersebut. Sehingga akan terjadi perubahan yang signifikan dalam tubuh kepolisian RI,” ungkapnya.
Lebih lanjut Naldy menambahkan, lambannya penanganan laporan polisi dari masyarakat di Polres Penajam Paser Utara itu menunjukkan Kapolres setempat kurang trengginas.
Terlebih lagi, objek yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) atas dasar laporan masyarakat itu tidak diberi police line atau garis polisi.
“Seharusnya, objek itu digaris polisi. Sehingga tidak ada aktifitas apapun didalamnya,” ungkap Naldy.
Mantan Direktur utama alias Dirut PT Ena Sarana Energi itu membeberkan awal kejadian perkara itu.
Pada tahun 2016, ungkap Naldy, PT Ena Sarana Energi, ingin melakukan pembuatan vonveiyer untuk louding batu bara. Namun, disana terdapat kapal tongkang yang tengelam. Setelah itu, PT Ena Sarana Energi menyewa jasa kepada pihak pertama untuk mengangkat kapal yang tenggelam itu.
Setelah terjadi kesepakatan harga dan dibayar, masih kata Naldy, berselang tiga tahun kapal tongkang itu tidak kunjung diangkat. Akhirnya, PT Ena Sarana Energi menyewa jasa orang lain lagi untuk mengangkat kapal mangkrak itu.
“Sekalian lama, malah pihak pertama membuat laporan ke Polres Penajam Paser Utara atas dasar pencurian. Kemana saja mereka selama tiga tahun itu. Kenapa mereka tidak kerjakan kesepakatan yang telah dibuat. Setelah dikerjakan oleh orang lain kenapa sekarang malah ribut-ribut dengan membuat laporan ke polisi,” tambahnya.
Atas, laporan polisi yang dibuat pihak pertama itu, PT Ena Sarana Energi pun geram dan melaporkan balik atas dasar pencemaran nama baik.
“Atas perbuatan pihak pertama itu kerugian yang dialami PT Ena Sarana Energi sebesar Rp 4 miliar,” tegas Naldy.
Dirinya meminta Polres Penajam Paser Utara profesional, transparan dan akuntabel dalam menangani setiap laporan dari masyarakat. Jika Kapolres dan Kasat Reskrim Polres Penajam Paser Utara tidak mampu menangani kasus itu, Naldy meminta, Kapolri mengevaluasi keduanya.
“Sehingga masyarakat benar-benar mendapatkan keadilan dari penegak hukum,” demikan Naldy Nazar Haroen.
Editor : Tanto