Sumbangkan Ilmu, Untuk maksimalkan pemasaran kritik pisang Sukarame

0
585
FMIPA UI Lakukan kegiatan pengabdian masyarakat untuk dapat membantu para produsen keripik pisang dalam meningkatkan brand, kemasan, dan penjualan keripik pisang Desa Sukarame. (Foto : Istimewa /Budi)

Jakarta – Pandemi Covid-19 membawa dampak pada berbagai sektor, termasuk pariwisata di daerah Carita yang ditutup sementara. Untuk mencari sumber pemasukan, penduduk desa Sukarame, Carita, Pandeglang,  mengolah pisang yang melimpah di desa tersebut menjadi keripik pisang dan memasarkannya.

Sayangnya, “Selama ini, penjualan keripik pisang masih dilakukan secara luring, sedangkan penjualan secara daring hanya dilakukan melalui broadcast pesan melalui aplikasi Whatsapp kepada kerabat. Oleh sebab itu, diharapkan dari kegiatan pengabdian masyarakat dari FMIPA Universitas Indonesia (UI) ini dapat membantu para produsen keripik pisang dalam meningkatkan brand, kemasan, dan penjualan keripik pisang Desa Sukarame,” ujar Retno Lestari, ketua Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam UI (FMIPA UI) yang melakukan sosialisasi pengembangan keripik pisang dengan merek Sukarame Banana Chips (SBC),Jumat, (17/12/2021),yang lalu pada media batamtimes.co.

Pengmas ini dilaksanakan bekerja sama dengan Yayasan Pandu Cendekia dan tim Pramuka UI, didukung Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI (DPRM UI).

Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan mengedukasi penduduk setempat lewat materi tentang pengemasan produk yang baik, pengenalan alat pemotong yang lebih praktis, dan pengenalan strategi pemasaran online shop hingga ke cara membuat broadcast message mengenai produk yang menarik.

 “Kami berfokus pada sosialisasi dalam improvisasi kemasan dan label,” ujar Retno.

Menurut Retno, keripik pisang SBC memiliki keunggulan dalam hal ukurannya yang lebih tipis, dan lebih renyah. Eton, salah seorang masyarakat di Desa Sukarame juga menjelaskan bahwa pisang di Desa Sukarame meningkat selama pandemi, sehingga dilakukan inovasi oleh masyarakat untuk mengolahnya.

Keripik pisang  dibuat  biasanya menggunakan pisang ijo, pisang kepok, dan pisang tanduk.

Pengolahan disesuaikan dengan kearifan lokal, sehingga keripik pisang yang dihasilkan memiliki tekstur dan rasa yang khas. Eton juga menambahkan bahwa kendala utama dalam pengolahan produk keripik pisang ini adalah menurunnya harga jual pisang, tetapi harga minyak meningkat yang menyebabkan biaya modal lebih besar.

“Saya berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran warga desa bahwa potensi ekonomi desa sangatlah besar untuk diolah. Kami sebagai warga juga berharap kegiatan ini dapat meningkatkan hasil penjualan keripik pisang kami dengan cara mendorong kami untuk terus melakukan perbaikan,” ujar Eton.

(red/Budi)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here