Jakarta – batamtimes.co – PRAKTISI hukum Mario Arisatmojo mengatakan, definisi zina dalam KUHP yang baru disahkan oleh DPR Selasa lalu harus disosialisasikan secara masif.
Karena, menurut Arisatmojo, di Belanda, kumpul kebo bukanlah suatu tindak kejahatan.
“Di Belanda tidak ada satupun klausal hukum yang mengatur perihal tersebut. Dan, masyarakat Belanda sendiri tidak mempersoalkannya dalam keseharian kehidupan mereka. Karena, masyarakat Belanda pada umumnya tidak suka mencampuri urusan orang lain,” ujarnya, Sabtu 10 Desember 2022.
Di Indonesia, kata dia, produk hukum perihal zina di KUHP tentunya diadopsi dari nilai-nilai ketimuran dan norma-norma keindonesiaan. Karena, mayoritas budaya nusantara tidak membenarkan hal tersebut dapat berlaku dalam kehidupan keseharian masyarakat Indonesia.
“Dan, itu lah yang membedakan Indonesia dengan Belanda dalam hal tersebut,” jelasnya.
Dikatakan Arisatmojo, kita ketahui bersama bahwa hukum itu sifatnya memaksa. Dan, semua orang dimata hukum adalah sama. Baik masyarakat sipil maupun penegak hukumpun adalah sama kedudukannya dimata hukum.
“Serta, asaz praduga tak bersalah tetap berlaku sampai ada suatu kepastian yang tetap berupa keputusan pengadilan,” urainya.
Lebih lanjut tambahnya, di Indonesia saat ini, KUHP baru meluaskan definisi zina. Semua jenis hubungan seks di luar nikah dan hidup serumah tanpa nikah, adalah kejahatan.
“Tetapi, bukan berarti secara serta merta polisi atau satpol PP apalagi masyarakat sipil dapat melakukan penggerebekan semena-mena. Kecuali, ada delik aduan sebagaimana hal itu diatur dalan Pasal 412 ayat 2: Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan,” terang Arisatmojo.
Masih menurutnya, jadi isu penggerebekkan dalam konotasi negatif yang beredar di masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional harus segera diluruskan.
“Harus diluruskan agar, tidak simpang siur dan dijadikan panggung oleh oknum atau ormas tertentu untuk melakukan pembenaran dengan tindakan penggerebekan secara semena-mena,” tegasnya.
Diungkapkan Arisatmojo agar tidak gagal paham dalam membuat asumsi, alangkah baiknya pihak yang berkompeten mensosialisasikannya secara massif. Sosialisasi produk hukum ini bukan hanya disosialisasikan untuk masyarakat Indonesia. Tetapi, harus disosialisasikan juga kepada masyarakat internasional.
“Karena, jika tidak disosialisasikan kepada masyarakat internasional maka akan berdampak buruk pada sektor pariwisata yang menjadi salah satu sumber pendapatan negara,” pungkasnya.
( Red/Tanto)