Penulis: Rusdianto Samawa, Menulis dari Kantor FOURBES, Lembaga Kajian, Riset dan Kebijakan Publik
_____________________
“Ada benturan keras antara lingkungan hidup dengan sosial ekonomi masyarakat pesisir. Terutama pada aktivitas nelayan dalam melaut. Selama 10 tahun ini, nelayan di doktrin melanggar lingkungan, merusak kawasan konservasi, pengunaan alat tangkap tak ramah lingkungan. Benturan keras ini, lahirkan poros baru dengan pemisahan diri sesuai kelompok oleh nelayan secara ekstrem. Akhirnya, penegakan hukum yang bar-baran sebagai solusi pendek, yakni masyarakat pesisir menjadi korban tangkap menangkap, peras memeras, penembakan, pembunuhan. Intinya, Adil Makmur itu jauh panggang dari api. Jauh dari kata “Welfare Fishing.”
______________________
Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) mengusung visi Indonesia Adil Makmur untuk Semua. Hal ini spirit lama dalam UUD 1945, tapi terasa baru dan mengalami euporia kebaruan pikiran. Visi-Misi AMIN ini, semacam selancar kembali dalam ingatan masa – masa sejarah dan tujuan berdirinya bangsa Indonesia.
Pasangan AMIN dapat dikonfirmasi, murni mengambil intisari para pendiri bangsa. Tentu, visi itu terdapat dalam UUD 1945. Tetapi terasa berada dalam masa perjuangan. Seolah Kata “Indonesia Adil Makmur” itu baru kali ini ada. Ternyata baru sadar bahwa bangsa ini terjajah oleh pemimpinnya sendiri. Karena selama 10 tahun ini, kata “Adil Makmur” itu dibenamkan oleh sikap pemimpin yang tak paham sejarah.
Ada kerinduan selama 10 tahun ini, terhadap pertumbuhan ekonomi dan perbaikan lingkungan hidup. Tentu, visi “Indonesia Adil Makmur” tak akan hadir sebagai denyut nadi. Apabila keduanya: sosial ekonomi dan Lingkungan Hidup saling bertentangan.
Selama 10 tahun rezim sekarang berkuasa, aspek penting lingkungan hidup diabaikan dengan menghapus fungsi analisis dampak lingkungan dalam pembangunan sebagaimana dalam Undang – Undang Omnibuslaw. Sebaliknya, kepentingan oligarki yang di dahulukan dalam porsentase yang lebih besar. Artinya, aspek lingkungan sama sekali tak dipertimbangkan dalam kebijakan pembangunan.
Selama ini, harmonisasi regulasi soal hubungan sosial ekonomi dan ekologi dibuang. Padahal penting sekali. Karena, dipaksa doktrin lingkungan dijadikan sentimen nasionalisme sehingga aspek Keberlanjutan sosial ekonomi dikurangi. Dampaknya, iklim usaha kegiatan masyarakat terabaikan. Sebenarnya keduanya tak bisa di pertentangkan. Karena berbicara Keberlanjutan sosial ekonomi sudah pasti perhatikan aspek lingkungaan.
Begitu juga, sektor kelautan – perikanan. Aspek lingkungan hidup cukup penting dan emergency untuk ditata ulang. Sementara, aspek sosial ekonomi masyarakat pesisir kian terdesak karena penambahan populasi penduduk. Sehingga tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan perlu dioptimalkan secara baik dan benar. Tentu, tujuannya pemenuhan konsumsi pangan dan distribusi hasil kegiatan aktivitas Dilaut: perikanan tangkap maupun budidaya.
Catatan penting perlu pertimbangan harmonisasi aspek sosial ekonomi dan lingkungan hidup adalah: pertama, industri pengolahan ikan di Indonesia terdiri dari 636 Usaha Pengolahan Ikan (UPI) skala besar dan 36 ribu UPI skala kecil atau rumah tangga dengan teknologi sederhana. Salah satu industri pengolahan ikan yang cukup berkembang di Indonesia yaitu industri pengalengan ikan seperti Surimi. Pada 2015, industrinya mencapai 41 perusahaan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 46.500 orang dan nilai investasi sebesar Rp.1,91 triliun.
Kapasitas terpasang industri mencapai 630 ribu ton dengan nilai produksi 315 ribu ton (utilisasi produksi hanya 50 persen). Sedangkan, nilai ekspor ikan dalam kaleng mencapai US$ 26 juta dengan nilai impornya sebesar US$ 1,6 juta. Faktor industri penting dilakukan penataan ulang dan evaluasi lingkungannya.
Kedua, pertambangan: batubara, nikel, besi dan pasir memerlukan sikap arif dan bijak dalam merespon dinamikanya. Faktor tambang sangat pengaruhi posisi, tekstur dan struktur dari perubahan laut dan masyarakat pesisir. Selama ini, investasi tambang yang diharapkan memasok ekonomi masyarakat, malah merusak ekologi sekitarnya. Termasuk berdampak langsung pada hasil kegiatan masyarakat pesisir yang berharap pendapatannya dari laut.
Ketiga, investasi dan penjualan pulau – pulau. Penguatan hak kedaulatan atas pulau kecil, terdalam dan terluar sangatlah penting dan bersifat mendesak diperbaiki regulasinya dan menarik kembali pulau – pulau tersebut. Karena faktanya, semua investasi di kepulauan Indonesia dimiliki oleh asing dan tak terkontrol. Masalah ini, krusial sekali.
Kedepan perlu mendapat atensi oleh negara untuk dikembalikan agar investasi dan penjualan pulau tidak lagi terjadi. Investasi di pulau – pulau kecil, mayoritas mengabaikan hal sosial ekonomi masyarakat dan lingkungan hidup. Selama ini, negara membiarkan dan menikmati investasi haram.
Keempat, menegakkan lingkungan berkelanjutan menjadi suatu keharusan penting dengan menjaga komitmen untuk mengatasi perubahan iklim, kembangkan sumber energi baru dan terbarukan, serta upayakan keadilan ekologis. Apalagi perubahan iklim menjadi ancaman global yang berdampak negatif bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Maka, sangat penting lakukan penguatan tata kelola lingkungan hidup dan harmonisasi sosial ekonomi sehingga keseimbangan muncul ditengah – tengah masyarakat sebagai prinsip keadilan sosial – ekologis.
Upaya menjaga lingkungan harus dibarengi dengan pertimbangan kelangsungan kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang mengandalkan mata pencaharian utama dari sektor tersebut. Ada masyarakat kita yang hidupnya bergantung pada hasil Kelautan – perikanan seperti nelayan tangkap lobster, benih lobster, pertambakan, pergaraman, dan budidaya. Kalau tiba-tiba kita larang, jadi pekerjaannya apa?.”
Namun, perdebatan paksa antara lingkungan dan keberlanjutan sosial ekonomi, seolah dipertentangkan sedemikian rupa sehingga terciptanya dua kelompok yang saling menolak. Kalau bertanya pada kelompok lingkungan tentang hubungan alat tangkap nelayan, maka jawabannya “merusak.”
Maka, kedepan Pasangan AMIN (Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar) memiliki paket kebijakan harmonisasi regulasi sebagai wujud keputusan bersama, bahwa pasangan AMIN pada pilpres 2024 ini memiliki komitmen kuat dalam mengharmoniskan kedua kutub isu diatas. Jangan lagi seperti kebijakan koboy tanpa kajian dan riset, seperti periode rezim saat ini yang merusak lingkungan dan menurunkan aspek sosial ekonomi masyarakat (*)