Jakarta – batamtimea.co – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, resmi membatalkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) atas pagar laut di pesisir Pantura, Kabupaten Tangerang, Banten. Pembatalan ini dilakukan karena penerbitan sertifikat dinilai cacat prosedur dan material.
Nusron menjelaskan bahwa 266 sertifikat tersebut berada di bawah laut, di luar garis pantai, dan tidak dapat dijadikan properti pribadi. Oleh karena itu, wilayah tersebut tidak memenuhi syarat untuk disertifikasi.
“Karena cacat prosedur dan material, berdasarkan PP No. 18 Tahun 2021, selama sertifikat tersebut belum berusia lima tahun, Kementerian ATR/BPN berwenang mencabut atau membatalkan tanpa perlu melalui pengadilan,” ujar Nusron dalam konferensi pers di Tangerang, Rabu (22/1/2025).
Ratusan sertifikat ini mayoritas diterbitkan pada 2022-2023, menjadikannya otomatis batal demi hukum. Langkah pembatalan ini juga mencakup pemanggilan dan pemeriksaan terhadap petugas yang terlibat, termasuk juru ukur dan penandatangan sertifikat.
Proses Penegakan Hukum
Saat ini, Kementerian ATR/BPN telah memulai proses hukum melalui Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) di Inspektorat Jenderal. Nusron menegaskan bahwa pihak yang melanggar prosedur akan dikenakan sanksi atas pelanggaran kode etik dan disiplin.
Selain itu, Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Virgo Eresta Jaya, juga akan memanggil Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) yang diduga terlibat dalam pengukuran tanah proyek pagar laut tersebut.
“Kami akan memastikan apakah proses pengukuran oleh KJSB sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku,” tambah Nusron.
Rincian Sertifikat yang Dibekukan
Kementerian ATR/BPN mencatat bahwa ada 263 bidang SHGB di atas pagar laut Tangerang, terdiri dari:
- 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur,
- 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa,
- 9 bidang atas nama perseorangan,
- serta 17 bidang lainnya yang disertifikasi dengan SHM.
Nusron memastikan bahwa langkah pembatalan ini dilakukan untuk menjaga tata kelola pertanahan yang baik serta menghindari pelanggaran hukum di kemudian hari. “Kami ingin memastikan bahwa seluruh proses tata ruang dan pertanahan berjalan sesuai aturan yang berlaku,” tutupnya.
Penulis : Paul
Editor : Pohan